RSS

Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)


1.                Pengertian Pendekatan Belajar Aktif
Pendekatan Belajar Aktif adalah  pendekatan dalam pengelolaan sistem pembelajaran melalui cara-cara belajar yang aktif menuju belajar yang mandiri. Kemampuan belajar mandiri ini merupakan tujuan akhir dari belajar aktif (Active Learning). Untuk dapat mencapai hal tersebut kegiatan pembelajaran dirancang sedemikian rupa agar bermakna bagi siswa atau anak didik.
Pembelajaran aktif (Active Learning) dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaan semua potensi yang dimilki oleh anak didik, sehingga semua anak didik dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki. Di samping itu pembelajaran aktif (Active Learning) juga dimaksudkan untuk menjaga perhatian siswa atau anak didik agar tetap tertuju pada proses pembelajaran.
Belajar yang bermakna terjadi bila siswa atau anak didik berperan secara aktif dalam proses belajar dan akhirnya mampu memutuskan apa yang akan dipelajari dan cara mempelajarinya. Beberapa penelitian membuktikan bahwa perhatian siswa (anak didik) berkurang bersamaan dengan berlalunya waktu. Seperti penelitian yang dikemukakan oleh Pollio ( 1984 ) menunjukan bahwa perhatian siswa (anak didik) dalam ruang kelas hanya memperhatikan pelajaran sekitar 40% dari waktu pembelajaran yang tersedia. Sedangkan menurut Mc Keachie ( 1986 ) menyebutkan bahwa dalam 10 menit pertama perhatian siswa dapat mencapai 70% dan berkurang sampai menjadi 20% pada waktu 20 menit terakhir. Kondisi tersebut di atas merupakan kondisi umum yang terjadi dalam lingkungan sekolah. Hal ini menyebabkan seringnya terjadi kegagalan dalam dunia pendidikan kita, terutama disebabkan anak didik di ruang kelas lebih banyak menggunakan indera pendengarannya dibandingkan visual. Sehingga apa yang dipelajari di kelas tersebut cenderung untuk dilupakan, sebagaimana diungkapkan oleh Konficius:
·           Apa yang saya dengar saya lupa
·           Apa yang saya lihat saya ingat sedikit
·           Apa yang saya lakukan saya paham
Ketiga pernyataan tersebut menekankan pada pentingnya belajar aktif (Active Learning) agar apa yang dipelajari di sekolah tidak menjadi suatu hal yang sia-sia. Ungkapan di atas tersebut sekaligus menjawab permasalahan yang sering dihadapi dalam proses pembelajaran yaitu tidak tuntasnya penguasaan siswa (anak didik) terhadap materi pembelajaran. Ada beberapa alasan yang dikemukakan mengenai penyebab mengapa kebanyakan orang cenderung melupakan apa yang mereka dengar. Salah satu jawabannya adalah karena adanya perbedaan antara kecepatan bicara guru dengan tingkat kemampuan siswa mendengarkan apa yang disampaikan guru. Kebanyakan guru berbicara 100 – 200 kata per menit sementara siswa (anak didik) hanya mampu mendengarkan 50 – 100 kata per menitnya (setengah dari apa yang dikemukakan guru). Karena siswa mendengarkan pembicaraan guru sambil berpikir, kerja otak manusia tidak sama dengan tape recorder  yang mampu merekam suara sebanyak apa yang diucapkan dengan waktu yang sama dengan waktu pengucapan. Dalam hal ini penambahan visual pada proses pembelajaran dapat menaikan ingatan sampai 171% dari ingatan semula. Dengan demikian penambahan visual disamping auditori dalam pembelajaran kesan yang masuk dalam diri siswa (anak didik) semakin kuat sehingga bertahan lebih lama dibandingkan dengan hanya menggunakan audio (pendengaran) saja. Hal ini disebabkan karena fungsi sensasi perhatian yang dimiliki siswa saling menguatkan, apa yang didengar dikuatkan oleh penglihatan (visual) dan apa yang dilihat dikuatkan oleh audio (pendengaran). Dalam arti kata pembelajaran seperti ini sudah diikuti oleh reinforcement yang sangat membantu bagi pemahaman anak didik terhadap materi pembelajaran.
   Belajar aktif merupakan perkembangan teori Dewrning by Doing ( 1859 – 1952 ). Dewey sangat tidak setuju pada rote Learning “ belajar dengan Menghafal “. Dewey merupakan pendiri Dewey School yang menerapkan prinsip-prinsip “ Learning by Doing, yaitu bahwa siswa perlu terlibat dalam proses belajar secara spontan. Dari rasa keingintahuan siswa akan hal-hal yang belum diketahuinya mendorong keterlibatannya  secara aktif dalam suatu proses balajar. Belajar aktif mengandung berbagai kiat yang berguna untuk menumbuhkan kemampuan belajar aktif pada diri siswa dan menggali potensi siswa dan guru untuk sama-sama berkembang dan berbagi pengetahuan, ketrampilan, serta pengalaman.
Peran serta siswa (peserta didik) dan guru dalam konteks belajar aktif menjadi sangat penting. Guru berperan aktif sebagai fasilitator yang membantu memudahkan siswa belajar, sebagai nara sumber yang mampu mengundang pemikiran dan daya kreasi siswa, sebagai pengelola yang mampu merancang dan melaksanakan kegiatan belajar bermakna, dan dapat mengelola sumber belajar yang diperlukan. Siswa juga terlibat dalam proses belajar bersama guru karena siswa dibimbing, diajar dan dilatih menjelajah, mencari, mempertanyakan sesuatu menyelidiki jawaban atas suatu pertanyaan, mengelola dan menyampaikan hasil perolehannya secara komunikatif. Siswa juga diharapkan mampu memodifikasi pengetahuan yang baru diterima dengan pengalaman dan pengetahuan yang pernah diterimanya.
Selain itu, siswa dibina untuk memiliki ketrampilan agar dapat menerapkan dan memanfaatkan pengetahuan yang pernah diterimanya pada hal-hal atau masalah yang baru dihadapinya. Dengan demikian siswa mampu belajar mandiri. Active Learning (belajar aktif) pada dasarnya.berusaha untuk memperkuat dan memperlancar Stimulus yang diberikan guru dan respons anak didik dalam pembelajaran, sehingga proses pembelajaran menjadi suatu hal yang menyenagkan tidak menjadi hal yang membosankan bagi mereka.
 Dengan demikian Strategi Active Learning (belajar Aktif ) pada anak didik dapat membantu ingatan (memori) mereka, sehingga mereka dapat dihantarkan kepada tujuan pembelajaran dengan sukses, hal ini kurang diperhatikan pada pembelajaran konvensional. Dalam metode Active Learning (belajar aktif) setiap materi pelajaran yang baru harus dikaitkan dengan berbagai pengetahuan dan pengalaman yang ada sebelumnya. Materi pelajaran yang baru disediakan secara aktif dengan pengetahuan yang sudah ada. Agar siswa dapat belajar secara aktif guru perlu menciptakan strategi yang tepat guna, sedemikian rupa sehingga peserta didik mempunyai motivasi yang tinggi untuk belajar.
Belajar aktif memperkenalkan pendekatan yang lain daripada gambaran rutin pembelajaran yang sekarang ini banyak terjadi, belajar aktif menuntut keaktifan guru dan juga siswa, belajar aktif juga mensyaratkan terjadinya interaksi yang tinggi antara guru dan siswa. Oleh karena itu guru perlu mengembangkan berbagai kegiatan belajar yang melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan yang menantang kreativitas siswa yang sesuai dengan karakteristik pelajaran dan karakteristik siswa. Tidak selamanya perancangan pembelajaran yang terintegritas dapat dilakukan oleh guru. Oleh sebab itu guru juga dituntut untuk dapat berkreasi dan menumbuhkan proses belajar aktif dalam pembelajaran yang dibinanya. Belajar aktif dapat dilakukan dalam satu mata pelajaran saja atau bahkan satu pokok bahasan saja, tanpa harus tergantung pada mata pelajaran lain atau pokok bahasan lain. Yang perlu menjadi acuan dalam setiap kondisi adalah tujuan intruksional yang akan dicapai dalam proses belajar aktif.

2.             Dasar-Dasar Pemikiran Pendekatan CBSA
Usaha penerapan dan peningkatan CBSA dalam kegiatan Belajar Mengajar (KBM) merupakan usaha “proses pembangkitan kembali” atau proses pemantapan konsep CBSA yang telah ada. Untuk itu perlu dikaji alasan-alasan kebangkitan kembali dan usaha peningkatan CBSA dasar dan alasan usaha peningkatan CBSA secara rasional adalah sebagai berikut:
a.      Rasional atau dasar pemikiran dan alasan usaha peningkatan CBSA dapat ditinjau kembali pada hakikat CBSA dan tujuan pendekatan itu sendiri. Dengan cara demikian pembelajar dapat diketahui potensi, tendensi dan terbentuknya pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dimilikinya. Pada dasarnya dapat diketahui bahwa baik pembelajar. materi pelajaran, cara penyajian atau disebut juga pendekatan-pendekatan berkembang. Jadi hampir semua komponen proses belajar mengajar mengalami perubahan.Perubahan ini mengarah ke segi-segi positif yang harus didukung oleh tindakan secara intelektual, oleh kemauan, kebiasaan belajar yang teratur, mempersenang diri pada waktu belajar hendaknya tercipta baik di sekolah maupun di rumah. Bukankah materi pelajaran itu banyak, bervariasi dan ini akan memotivasi pembelajar memiliki kebiasaan belalar. Dalam hubungannya dengan CBSA salah satu kompetensi yang dituntut ialah memiliki kemampuan profesional, mampu memiliki strategi dengan pendekatan yang tepat.
b.      Implikasi mental-intelektual-emosional yang semaksimal mungkin dalam kegiatan belajar mengajar akan mampu menimbulkan nilai yang berharga dan gairah belajar menjadi makin meningkat. Komunikasi dua arah (seperti halnya pada teori pusaran atau kumparan elektronik) menantang pembelajar berkomunikasi searah yang kurang bisa membantu meningkatkan konsentrasi. Sifat melit yang disebut juga ingin tahu (curionsity) pembelajar dimotivasi oleh aktivitas yang telah dilakukan. Pengalaman belajar akan memberi kesempatan untuk rnelakukan proses belajar berikutnya dan akan menimbulkan kreativitas sesuai dengan isi materi pelajaran.
c.       Upaya memperbanyak arah komunikasi dan menerapkan banyak metode, media secara bervariasi dapat berdampak positif. Cara seperti itu juga akan memberi peluang memperoleh balikan untuk menilai efektivitas pembelajar itu. Ini dimaksud balikan tidak ditunggu sampai ujian akhir tetapi dapat diperoleh pembelajar dengan segera. Dengan demikian kesalahan-kesalahan dan kekeliruan dapat segera diperbaiki. Jadi, CBSA memberi alasan untuk dilaksanakan penilaian secara efektif, secara terus-menerus melalui tes akhir tatap muka, tes formatif dan tes sumatif.
d.      Dilihat dari segi pemenuhan meningkatkan mutu pendidikan di LP’TK (Lembaga Pendidikan Tenaga Pendidik) maka strategi dengan pendekatan CBSA layak mendapat prioritas utama. Dengan wawasan pendidikan sebagai proses belajar mengajar menggarisbawahi betapa pentingnya proses belajar mengajar yang tanggung jawabnya diserahkan sepenuhnya kepada pembelajar. Dalam hal ini materi pembelajar harus benar-benar dibuat sesuai dengan kemampuan berpikir mandiri, pembentukan kemauan si pembelajar. Situasi pembelajar mampu menumbuhkan kemampuan dalam memecahkan masalah secara abstrak, dan juga mencari pemecahan secara praktik.

3.             Prinsip-Prinsip Pendekatan CBSA
Prinsip CBSA adalah tingkah laku belajar yang mendasarkan pada kegiatan-kegiatan yang nampak, yang menggambarkan tingkat keterlibatan siswa dalam proses belajar-mengajar baik intelektual-emosional maupun fisik. Prinsip-Prinsip CBSA yang nampak pada 4 dimensi sebagai berikut:
a.      Dimensi subjek didik
-          Keberanian mewujudkan minat, keinginan, pendapat serta dorongan-dorongan yang ada pada siswa dalam proses belajar-mengajar. Keberanian tersebut terwujud karena memang direncanakan oleh guru, misalnya dengan format mengajar melalui diskusi kelompok, dimana siswa tanpa ragu-ragu mengeluarkani pendapat.
-          Keberanian untuk mencari kesempatan untuk berpartisipasi dalam persiapan maupun tindak lanjut dan suatu proses belajar-mengajar maupun tindak lanjut dan suatu proses belajar mengajar. Hal mi terwujud bila guru bersikap demokratis.
-          Kreatifitas siswa dalam menyelesaikan kegiatan belajar sehingga dapat mencapai suatu keberhasilan tertentu yang memang dirancang oleh guru.
-          Kreatifitas siswa dalam menyelesaikan kegiatan belajar sehingga dapat mencapai suatu keberhasilan tertentu, yang memang dirancang oleh guru.
-          Peranan bebas dalam mengerjakan sesuatu tanpa merasa ada tekanan dan siapapun termasuk guru.

b.      Dimensi Guru
-          Adanya usaha dan guru untuk mendorong siswa dalam meningkatka kegairahan serta partisipasi siswa secara aktif dalam proses belajar-mengajar.
-          Kemampuan guru dalam menjalankan peranannya sebagai inovator dan motivator.
-          Sikap demokratis yang ada pada guru dalam proses belajar-mengajar.
-          Pemberian kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan cara serta tingkat kemampuan masing-masing.
-          Kemampuan untuk menggunakan berbagai jenis strategi belajar-mengajar serta penggunaan multi media. Kemampuan mi akan menimbulkan lingkuñgan belajar yang merangsang siswa untuk mencapai tujuan.

c.       Dimensi Program
-          Tujuan instruksional, konsep serta materi pelajaran yang memenuhi kebutuhan, minat serta kemampuan siswa; merupakan suatu hal yang sangat penting diperhatikan guru.
-          Program yang memungkinkan terjadinya pengembangan konsep maupun aktivitas siswa dalam proses belajar-mengajar.
-          Program yang fleksibel (luwes); disesuaikan dengan situasi dan kondisi.

d.      Dimensi situasi belajar-mengajar
-          Situasi belajar yang menjelmakan komunikasi yang baik, hangat, bersahabat, antara guru-siswa maupun antara siswa sendiri dalam proses belajar-mengajar.
-          Adanya suasana gembira dan bergairah pada siswa dalam proses belajar-mengajar.

4.             Strategi Pendekatan cara  belajar  siswa  aktif
Strategi yang dapat digunakan guru untuk mencapai tujuan tersebut antara lai :
1.         Refleksi
Guru dapat meminta siswa untuk secara berkala merefleksikan hal-hal yang telah dipelajarinya dalam pembelajaran. Contohnya: melalui jurnal opinion paper .
2.         Pertanyaan Siswa (Anak didik)
Untuk setiap pokok bahasan atau pertemuan, guru memberi tugas siswa untuk menuliskan pertanyaan-pertanyaan tentang hal-hal yang belum dipahami, atau hal-hal yang perlu dibahas bersama guru dan teman-teman siswa lainnya.
3.         Rangkuman
Guru dapat membiasakan siswa untuk membuat rangkuman terhadap hasil disuksi kelompok yang dilakukan dikelas atau sebagai tugas mandiri. Selain itu rangkuman tersebut juga dapat merupakan tugas untuk mengevaluasi/menilai sesuatu seperti buku, artikel, majalah dan lain-lain berdasarkan prinsip-prinsip yang telah dipelajarinya dalam pembelajaran.
4.         Pemetaan Kognitif
Pemetaan kognitif adalah alat untuk membuat siswa aktif belajar tentang konsep-konsep (reposisi) dan skemanya. Pemetaan kognitif juga dapat digunakan untuk menumbuhkan proses belajar aktif siswa. Untuk dapat merancang kegiatan yang melibatkan siswa secara aktif dan menantang siswa secara intelektual, diperlukan guru yang mempunyai kreativitas dan profesionalisme yang tinggi.
                                                                                                                                                                                                                                                       
Belajar aktif memperkenalkan cara pengelolaan kelas yang beragam tidak hanya berbentuk kegiatan belajar klasikal saja. Kegiatan belajar klasikal (ceramah) masih tetap digunakan agar guru dapat memberi penjelasan tentang materi pelajaran dengan jelas dan baik. Namun kegiatan belajar klasikal bukan merupakan satu-satunya model pengelolaan kelas. Masih banyak bentuk kegiatan lainnya seperti belajar kelompok, kegiatan belajar berpasangan, dan kegiatan belajar perorangan.
Masing-masing bentuk kegiatan mempunyai keunggulan dan kelemahan masing-masing. Guru perlu memilih bentuk kegiatan yang paling tepat berdasarkan tujuan intruksional kegiatan yang telah ditetapkan. Bentuk kegiatan yang dipilih hendaknya mampu merangsang siswa untuk aktif secara mental, sekaligus mancapai tujuan instruksional yang ditetapkan. Belajar aktif mensyaratkan pemanfaatan sumber belajar yang beraneka ragam secara optimal dalam proses belajar. Sumber belajar yang dapat dimanfaatkan tidak hanya terbatas pada sumber belajar yang ada di lingkungan sekolah saja, seperti guru, teman, laboratorium, studio, perpustakaan saja. Namun juga pada sumber belajar yang ada di luar sekolah, seperti komunitas masyarakat, objek/ tempat tertentu media, gejala alam, narasumber setempat seperti pemuka agama dan pemuka adat. Pemanfaatan sumber belajar yang beraneka ragam secara optimal merupakan titik tolak kegiatan pembelajaran yang bervariasi dan menantang siswa.
Melalui pendekatan belajar aktif, siswa diharapkan akan mampu mengenal dan mangembangkan kapasitas belajar dan potensi yang mereka miliki. Di samping itu siswa secara penuh dan sadar dapat menggunakan potensi sumber belajar yang terdapat di lingkungan sekitarnya, lebih terlatih untuk berprakarsa, berpikir secara sistematis, kritis dan tanggap, sehingga dapat menyelesaikan masalah sehari-hari melalui penelusuran informasi yang bermakna baginya.

5.             Belajar aktif menuntut guru bekerja secara profesional
Selanjutnya, Belajar Aktif menuntut guru bekerja secara profesional, mengajar secara sistematis, dan berdasarkan prisip-prisip pembelajara yang efektif dan efisien. Artinya guru dapat merekayasa sistem pembelajaran yang dilaksanakan secara sistematis dan menjadikan proses pembelajaran sebagai pengalaman yang bermakna bagi siswa.
Untuk itu guru diharapkan memiliki kemampuan untuk:
1.             memanfaatkan sumber belajar di lingkungannya secara optimal dalam proses pembelajaran.
2.             berkreasi mengembangkan gagasan baru.
3.             mengurangi kesenjangan pengetahuan yang diperoleh siswa dari sekolah dengan pengetahuan yang diperoleh dari masyarakat.
4.             mempelajari relevansi dan keterkaitan mata pelajaran bidang ilmu dengan kebutuhan sehari-hari dalam masyarakat.
5.             mengembangkan pengetahuan, ketrampilan, dan prilaku siswa secara bertahap dan utuh.
6.             memberi kesempatan pada siswa untuk dapat berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuannya.
7.             menerapkan prinsip-prinsip belajar aktif.
   Dengan demikian, belajar aktif diasumsikan sebagai pendekatan belajar yang efektif untuk dapat membentuk siswa sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai kemampuan untuk belajar mandiri sepanjang hayatnya, dan untuk membina profesionalisme guru.
Belajar aktif mensyaratkan diberikannya umpan balik secara terus menerus dari guru kepada siswa dan juga sebaliknya dari siswa kepada guru. Umpan balik guru kepada siswa menjelaskan tentang prestasi belajar siswa yang perlu dipertahankan dan ditingkatkan, juga kelemahan siswa yang perlu diperbaiki. Sebaliknya, umpan balik siswa kepada guru perlu diperhatikan sebagai masukan untuk memperbaiki proses pembelajaran yang berlangsung.

5.             Karakteristik sekolah yang ber-CBSA dengan baik
Raka Joni mengungkapkan bahwa sekolah yang ber- CBSA dengan baik mempunyai karakteristik berikut :
1)             Pembelajaran yang dilakukan lebih berpusat pada siswa.
2)             Guru adalah pembimbing dalam terjadinya pengalaman belajar.
3)             Tujuan kegiatan tidak hanya untuk sekedar mengejar standar akademis.
4)             Pengelolaan kkegiatan pembelajaran lebih menekankan pada kreativitas siswa.
5)             Penilaian, dilaksanakan untuk mengamati dan mengukur kegiatan  dan kemajuan siswa, serta mengukur berbagai keterampilan yang dikembangkan, serta mengukur hasil belajar siswa.

6.             Rambu-rambu penyelenggaraan CBSA
1)        Kuantitas dan kualitas pengalaman yang membelajarkan.
2)        Prakarsa daan keberanian siswa dalam memwujudkan minat, keinginan, dan dorongan – dorongan yang ada pada dirinya
3)        Keberanian dan keinginan siswa untuk ikut serta dalam proses pembelajaran.
4)        Usaha dan kreativitas siswa  daalam proses pembelajaran.
5)        Keinginantahuan  yang ada pada diri siswa.
6)        Rasa lapang dan bebas yang ada pada diri siswa.
7)        Kuantitas dan kualitas usaha guru dalam membina dan mendorong keaktifan siswa.
8)        Kualitas guru sebagai inovator dan fasilitator.
9)        Tingkat sikap guru yang tidak mendominasi dalam proses pembelajaran.
10)    Kuantitas dan kualitas metode dan media yang dimanfaatkan guru dalam proses pembelajaran.
11)    Keterikatan guru terhadap program pembelajaran.
12)    Variasi interaksi guru – siswa dalam proses pembelajaran.
13)    Kegiatan dan kegembiraan siswa dalam belajar.
14)    Komunikasi guru-siswa yang intim dan hangat.
15)    Kegairahan dan kegembiraan belajar

7.             Implikasi CBSA terhadap Sistem Penyampaian
Peningkatan kadar CBSA dari suatu proses pembelajaran berarti pula mengarahkan proses pembelajaran yang berorientasi pada siswa, atau dengan kata lain menciptakan pembelajaran berdasarkan siswa (Student-Based Instruction). Konsekuensi yang harus diterima dari adanya pembelajaran berdasarkan siswa , ialah :
1)   Guru merupakan seorang pengelola.
2)   Guru dan siswa menerima peran kerjasama.
3)   Bahan-bahan pembllajaran diplih berdasarkan kelayakannya.
4)   Siswa dilibatkan dalam pembelajaran.
5)   Tujuan ditulis secara jelas.
6)   Semua tujuan diukur/ dites.

Ada dua hal yang penting yang harus disadari oleh guru dalam kaitannya dengan proses belajar. Dua hal dimaksud bahwa proses belajar mengandung makna: (a) confrontation with new information or experience, dan (b) the leaner's personal discovery of the meaning of that experience. Sehubungan dengan hal itu, proses pembelajaran memerlukan kreatifitas guru untuk menemukan pengalaman belajar yang baru sehingga mendorong motivasi siswa untuk belajar dari pengalaman baru tersebut.

8.             Jenjang keterampilan belajar aktif
Belajar aktif juga memungkinkan penilaian dilakukan dengan cara yang beragam, karena penilaian dengan satu cara saja biasanya kurang berhasil. Setiap jenis penilaian mempunyai kekuatan dan kelemahan tertentu. Oleh karena itu untuk menjaga keseimbangan penilaian atas pengetahuan, keterampilan, dan sikap, berbagai cara penilaian perlu dilakukan. Penilaian hasil belajar siswa perlu dilakukan secara objektif, sehingga penilaian dapat membantu siswa untuk lebih berkembang mencapai tujuan belajarnya. Marzano, Pickering, dan Mc Tighe (1994) memberikan salah satu alternatif penilaian hasil belajar aktif berdasarkan indikator-indikator yang dapat diukur pada setiap jenjang ketrampilan. Menurut Morzano Pickering dan Mc Tighe (1994) ada lima jenjang ketrampilan Belajar Aktif :






Dari hasil gambar di atas, terlihat bahwa seorang siswa sudah melalui proses belajar aktif jika ia mampu menunjukkan keterampilan berpikir kompleks, memproses informasi berkomunikasi efektif bekerja sama dan berkolaborasi, berdaya nalar yang efektif. Setiap jenjang keterampilan mempunyai indikator-indikator yang sangat khusus sebagai berikut:[1]

1.      Berpikir Komplek (Complex Thinking )
o   Menggunakan Strategi berpikir secara kompleks dengan efektif.
o   Menerjemahkan isu dan situasi menjadi langkah kerja dengan tujuan yang jelas.
2.      Memproses Infomasi (Information Processing )
o   Menggunakan berbagai strategi teknik pengumpulan informasi dan berbagai sumber informasi dengan efektif.
o   Menginterpretasikan dan mensintesikan informasi dengan efektif.
o   Mengevaluasi informasi dengan tepat.
o   Mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan perolehan manfaat tambahan dari informasi.
3.      Berkomunikasi efektif (Effective Comunication )
o   Menyatakan atau menyampaikan ide dengan jelas.
o   Secara efektif dapat mengkomunikasikan ide dengan berbagai jenis pemirsa dengan berbagai cara untuk berbagai tujuan.
o   Menghasilkan hasil karya yang berkualitas.
4.      Bekerja Sama (Cooperation/Colaboration )
o   Berusaha untuk mencapai tujuan kelompok.
o   Menggunakan ketrampilan interpersonal dengan efektif.
o   Berusaha untuk memelihara kekompakan kelompok.
o   Menunjukkan kemampuan untuk berperan dalam berbagai peran secara efektif.
5.      Berdaya Nalar Efektif ( Effective Habits Of Mind )
Ø  Disiplin Diri (Self Regulation )
o   Mengerti akan pola pikirnya sendiri
o   Membuat rencana yang efektif.
o   Membuat dan menggunakan sumber-sumber yang diperlukan.
o   Sangat peka terhadap umpan balik.
Ø  Berpikir Kritis (Critical Thinking )
o   Tepat dan selalu berusaha agar tepat.
o   Jelas dan selalu berusaha agar jelas.
o   Berpikir terbuka.
o   Menahan diri untuk tidak implusif
o   Memperlihatkan prinsip/warna jika memang diperlukan.
o   Peka terhadap perasaan dan tingkat pengetahuan orang lain.
Ø  Berpikir Kreatif (Creative Thinking )
o   Tetap melaksanakan tugas walaupun hasilnya belum jelas benar.
o   Berusaha sekuat tenaga dan semampunya.
o   Selalu mempunyai (dan berusaha mencapai) standar yang ideal yang ditetapkan untuk dirinya.
o   Mempunyai cara-cara untuk melihat situasi dari perspektif lain selain yang ada.




[1] Morzano Pickering dan Mc Tighe (1994)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Contextual Teaching Learning

A.    Contextual Teaching Learning
1.      Pengertian Contextual Teaching Learning
Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.
CTL disebut pendekatan kontektual karena konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat. Dalam Contextual teaching and learning (CTL) diperlukan sebuah pendekatan yang lebih memberdayakan siswa dengan harapan siswa mampu mengkonstruksikan pengetahuan dalam benak mereka, bukan menghafalkan fakta. Disamping itu siswa belajar melalui mengalami bukan menghafal, mengingat pengetahuan bukan sebuah perangkat fakta dan konsep yang siap diterima akan tetapi sesuatu yang harus dikonstruksi oleh siswa. Dengan rasional tersebut pengetahuan selalu berubah sesuai dengan perkembangan jaman.
Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (US Departement of Education, 2001). Dalam konteks ini siswa perlu mengerti apa makna belajar, manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya. Dengan ini siswa akan menhadari bahwa apa yang mereka pelajari berguna sebagai hidupnya nanti. Sehingga, akan membuat mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal yang bermanfaat untuk hidupnya nanti dan siswa akan berusaha untuk meggapainya.

2.      Landasan Teoritik Pendekatan CTL (Contextual Teaching Learning)
Ada beberapa teori belajar yang melandasi pendekatan konstektual untuk dapat diterangkan. Adapun teori belajar tersebut adalah :
a.       Teori Belajar Jerome Bruner
Teori belajar J. Bruner dikenal dengan teori belajar penemuan. Belajar penemuan merupakan usaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya sehingga mendapatkan pengetahuan yang benar – benar bermakna bagi dirinya.
b.      Teori Belajar Ausubel
Belajar menurut Ausubel adalah belajar bermakna. Menurut ausubel belajar bermakna adalah proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam memori seseorang.
c.       Teori Belajar Piaget
Menurut Piaget, ada tiga bentuk pengetahuan pada seseorang yaitu pengetahuan fisik, logika-matematik, dan pengetahuan social. Pengetahuan social dapat ditransfer dari guru ke siswa, sedang pengetahuan fisik dan logika-matematik harus dibangun sendiri oleh orang tersebut. Kesimpulan yang didapat dari landasan teoritik pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) adalah teori belajar yang dapat diterapkan berdasarkan penemuan yang bermakna yang didapat dari transfer orang lain atau yang dibangun dari siswa sendiri.
3.      Model Pembelajarn dalam CTL
Menurut Blanchard, ciri-ciri kontekstual[1]:
·      Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah.
·      Kegiatan belajar dilakukan dalam  berbagai konteks
·      Kegiatan belajar dipantau dan diarahkan  agar siswa dapat belajar mandiri.
·      Mendorong siswa untuk belajar dengan temannya dalam kelompok atau secara mandiri.
·      Pelajaran menekankan pada konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda. 6) Menggunakan penilaian otentik
Sebelum mengetahui bagaimana model pembelajaran dalam CTL, ada baiknya kita mengetahui bagaimana seharusnya pembelajaran CTL itu melalui kata kunci dan focus dalam CTL.
a.     Kata kunci CTL[2] :
·         Real world learning
·          Mengutamakan pengalaman nyata (siswa belajar dari mengalami dan menemukan sendiri)
·         Berfikir tinkat tinggi
·         Berpusat pada siswa
·         Siswa aktif,kritis,kreatif
·         Pengetahuan bermakna dalam kehidupan
·         Dekat dengan kehidupan nyata
·         Perubahan prilaku
·         Siswa praktek
·         Memecahkan masalah.
·          Hasil belajar diukur dengan berbagai cara,bukan dengan tes.
b.      Fokus CTL[3]:
·         Belajar berbasis masalah.
·         Pengajaran autentik
·         Belajar berbasis inquiri/menemukan sendiri
·         Belajar berbasis proyek/tugas
·         Belajar berbasis kerja
·         Belajar berbasis jasa layanan
·         Belajar berbasis kooperatif
c.       Komponen Contextual Teaching Learning[4]
Menurut Depdiknas untuk penerapannya, pendekatan kontekstual (CTL) memiliki tujuan komponen utama, yaitu:
1.   Konstruktivisme (Constructivism)
Konstruktivisme (constructivisvism) merupakan landasan berfikir (filosofi) pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. Dalam pandangan konstruktivis, strategi "memperoleh" lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu, tugas guru adalah menfasilitasi proses tersebut dengan :
·   Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa, 
·   Memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, dan 
·   Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.

2.      Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya. Topik mengenai adanya dua jenis binatang melata, sudah seharusnya ditemukan sendiri oleh siswa, bukan "menurut buku".
Langkah-langkah kegiatan menemukan (inkuiri) :
·      Merumuskan masalah (dalam mata pelajaran apapun).
·      Mengamati atau observasi.
·      Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya  lainnya.
·      Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru, atau audiens yang lain.

3.      Bertanya (Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari "bertanya". Questioning merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis CTL. bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong membimbing, dan menilai kemampuan berfikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inquiri, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya. Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya  berguna untuk :
·         Menggali informasi, baik administrasi maupun akademis
·         Mengecek pemahaman siswa
·         Membangkitkan respon kepada siswa
·         Mengetahui sejauh mana keinginantahuan siswa
·         Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa
·         Menfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru
·         Untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari  siswa
·         Untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa

4.      Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama  dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari "sharing" antara teman, antar kelompok, dan antara yang tahu  ke yang belum tahu.
Dalam kelas CTL, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok yang anggotanya hiterogen. Yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu memberi tahu yang belum tahu, yang cepat menangkap mendorong temannya yang lambat, yang mempunyai gagasan segera memberi usul, dan seterusnya. Kelompok siswa bisa sangat bervariasi bentuknya, baik keanggotaan, jumlah, bahkan bisa melibatkan siswa di kelas atasnya, atau guru melakukan kolaborasi dengan mendatangkan seorang "ahli' ke kelas.
"Masyarakat-belajar" bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah, "Seorang guru yang mengajari siswanya" bukan contoh masyarakat-belajar karena komunikasi hanya terjadi satu arah, yaitu informasi hanya datang dari guru ke arah siswa, tidak ada arus informasi yang perlu dipelajari guru yang datang dari arah siswa. Dalam contoh ini yang belajar hanya siswa bukan guru. dalam masyarakat-belajar, dua kelompok (atau lebih) yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar. Seseorang yang terlibat dalam kegiatan masyarakat belajar memberi informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan sekaligus juga meminta informasi yang diperlukan dari teman belajarnya.

5.      Pemodelan (Modelling)
Komponen CTL selanjutnya adalah pemodelan. Maksudnya, dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Sebagian guru memberi contoh tentang cara bekerja sesuatu, sebelum siswa melaksanakan tugas. Misalnya, cara menemukan kata kunci dalam bacaan. Dalam pembelajaran tersebut guru mendemonstrasikan cara menemukan kata kunci dalam bacaan dengan menelusuri bacaan secara cepat dengan memanfaatkan gerak mata (scanning). Ketika guru mendemonstrasikan cara membaca cepat tersebut, siswa menagamati guru membaca dan membolak balik teks. Gerak mata guru dalam menelusuri bacaan menjadi perhatian utama siswa. Secara sederhana, kegiatan itu disebut pemodelan. Artinya ada model yang bisa ditiru dan diamati siswa, sebelum mereka berlatih menemukan kata kunci, guru menjadi model.
Dalam pendekatan CTL, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang siswa bisa ditunjuk untuk memberikan contoh temannya cara melafalkan suatu kata. Jika kebetulan ada siswa yang pernah memenangkan lomba baca puisi atau memenangkan kontes berbahasa Inggris, siswa itu dapat ditunjuk untuk mendemonstrasikan keahliannya. Siswa "contoh" tersebut dikatakan sebagai model. Siswa lain dapat menggunakan model tersebut sebagai "standar" kompetensi yang harus dicapainya.

6.      Refleksi (Reflection)
Refleksi juga bagian penting dalam pembelejaran dengan pendekatan CTL. Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima.
Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari proses. Pengetahuan dimiliki siswa diperluas melalui konteks pembelajaran, yang kemudian diperluas sedikit demi sedikit. Guru atau orang dewasa membantu siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru. dengan begitu, siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru dipelajarinya. Kunci dari semua adalah, bagaimana pengetahuan itu mengendap di benak siswa. siswa mencatat apa yang sudah dipelajari dan bagaimana merasakan ide-ide baru.

7.      Penilaian yang Sebenarnya (Authentic Assessment)
Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan sepanjang proses pembelajaran, maka assessment tidak dilakukan di akhir priode (cawu/semester) pembelajaran tetapi dilakukan bersama dengan secara terintegrasi (tidak terpisahkan) dari kegiatan pembelajaran.
Karakteristik autentic assessment :
·         Dilaksanakan  selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung
·         Bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif
·         Yang diukur keterampilan dan performansi, bukan mengingat fakta.
·         Berkesinambungan
·         Terintegrasi
·         Dapat digunakan sebagai feed back

Hal-hal yang bisa digunakan sebagai dasar menilai prestasi siswa :
·         Proyek/kegiatan dan laporannya
·         PR
·         Kuis
·         Karya Tulis
·         Presentasi atau penampilan siswa
·         Demonstrasi
·         Laporan
·         Jurnal
·         Hasil tes tulis
·         Karya tulis

d.      Karakteristik Pembelajaran Berbasis CTL
·         Kerja sama
·         Saling menunjang
·         Menyenangkan, tidak membosankan
·         Belajar dengan bergairah
·         Pembelajaran terintegrasi
·         Menggunakan berbagai sumber
·         Siswa aktif
·         Sharing dengan teman
·         Siswa kritis guru kreatif
·         Dinding kelas & lorong-lorong penuh hasil karya siswa, peta-peta, gambar-gambar, artikel, humor, dll.
·         Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor, tetapi juga hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa, dll.

e.       Aspek dalam CTL
Dalam pembelajaran CTL, harus tersusun atas aspek-aspek berikut:
1.      Melakukan hubungan untuk menemukan makna (relating). Dengan mengaitkan apa yang dipelajari di sekolah dengan pengalamannya sendiri, kejadian dirumah, informasi dari media massa dan lain-lain, anak akan menemukan sesuatu yang jauh lebih bermakna dibandingkan apabila informasi yang diperolehnya di sekolah disimpan begitu saja tanpa dikaitkan dengan hal-hal lain.
2.      Melakukan sesuatu yang bermakna (experiencing). Siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis dan sebagai anggota masyarakat.
3.      Belajar mandiri (self-regulated learning). Siswa diberi kesempatan belajar mandiri sesuai kondisi masing-masing siswa. Siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dalam mengembangkan minatnya secara individual, orang yang dapat bekerja sendiri atau bekerja dalam kelompok, dan orang yang dapat belajar sambil berbuat (learning by doing). Siswa melakukan pekerjaan yang signifikan : ada tujuannya, ada urusannya dengan orang lain, ada hubungannya dengan penentuan pilihan, dan ada produknya / hasilnya yang sifatnya nyata.
4.      Bekerjasama (collaborating). Siswa dapat bekerja sama. Guru membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu mereka memahami bagaimana mereka saling mempengaruhi dan saling berkomunikasi.
5.      Berfikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking or applying). Siswa dapat menggunakan tingkat berfikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif : dapat menganalsis, membuat sintetis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan menggunakan logika dan buki-bukti.
6.      Mengembangkan potensi individu (transfering). Mengidentifikasi potensi yang dimiliki masing-masing siswa dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkannya. Siswa memelihara pribadinya : mengetahui, memberi perhatian, memilki harapan-harapan yang tinggi, memotivasi dan memperkuat diri sendiri.
7.      Mencapai standar yang tinggi (reaching high standards). Siswa mengenal dan mencapai standard yang tinggi : mengidentifikasi tujuan dan memoivasi siswa untuk mencapainya. Guru memperlihatkan kepada siswa cara mencapai apa yang disebut ” excellence “.
8.      Menggunakan penilaian autentik (using authentic assessment). Siswa menggunakan pengetahuan akademis dalam konteks dunia nyata untuk suatu tujuan yang bermakna. Misalnya, siswa boleh menggambarkan informasi akademis yang telah mereka pelajari dalam pelajaran sains, kesehatan, pendidikan, matematika, dan pelajaran bahasa inggris dengan mendesain sebuah mobil, merencanakan menu sekolah atau membuat penyajian perihal emosi manusia.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments