RSS

Model-Model Pembelajaran IPS



I.      Pengertian Model Pembelajaran
Model diartikan sebagai suatu objek atau konsep yang digunakan untuk mempresentasikan suatu hal. Sesuatu yang nyata dan dikonversi untuk sebuah bentuk yang lebih komprehensif.[1]
Model dapat dipahami sebagai: (1) suatu tipe atau desain; (2) suatu deskripsi atau analogi yang dipergunakan untuk membantu proses visualisasi sesuatu yang tidak dapat dengan langsung diamati; (3) suatu sistem asumsi-asumsi, data-data, dan inferensi-inferensi yang dipakai untuk menggambarkan secara matematis suatu obyek atau peristiwa; (4) suatu desain yang disederhanakan dari suatu sistem kerja, suatu terjemahan realitas yang disederhanakan; (5) suatu deskripsi dari suatu sistem yang mungkin atau imajiner; dan (6) penyajian yang diperkecil agar dapat menjelaskan dan menunjukkan bentuk aslinya.[2]
Menurut Alan Pritchard, definisi pembelajaran adalah “the individual process of constructing understanding based on experience from a wide range of source.[3] Jadi, pembelajaran adalah proses individual dalam membangun pengetahuan yang berdasarkan pada pengalaman dari sumber yang luas.
Model pembelajaran adalah merupakan sebuah perencanaan pembelajaran yang menggambarkan proses yang akan ditempuh saat kegiatan pembelajaran agar dicapai perubahan spesifik pada siswa seperti yang diharapkan. Bruce Joyce dan Marsha Weil menyatakan bahwa “a model of teaching is a description of a learning environment.”[4] Model pembelajaran adalah gambaran dari sebuah lingkungan belajar. Gambaran lingkungan belajar ini memiliki banyak manfaat, mulai dari perencanaan kurikulum, mata pelajaran, dan untuk menyusun materi pelajaran.
3
Model pembelajaran merupakan preskripsi strategi mengajar yang disiapkan untuk mencapai tujuan khusus pengajaran. Model-model pembelajaran tersebut ditujukan kepada guru agar dapat memilih alternatif pengajaran. Alternatif pengajaran ini bertujuan untuk meningkatkan efektifitas kegiatan pembelajaran.
Model pembelajaran dapat dianggap sebagai sebuah bentuk cetak biru untuk mengajar[5]. Guru adalah seorang pelaksana kegiatan belajar mengajar yang bertanggung jawab secara menyeluruh terhadap pencapaian tujuan pembelajaran pada siswanya. Akan tetapi, model mengajar bukanlah pengganti keterampilan mengajar. Model mengajar merupakan kerangka konseptual yang mendeskripsikan dan melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar dan pembelajaran untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perencanaan pengajaran bagi para guru dalam melaksanakan aktivitas pembelajaran.  

II.    Ciri-Ciri Model Pembelajaran
Model pembelajaran yang baik memiliki ciri-ciri yang secara umum sebagai berikut:
a.    Memiliki prosedur yang sistematik.
Sebuah model pembelajaran bukan sekedar gabungan berbagai fakta yang disusun secara sembarangan.[6] Model  pembelajaran merupakan sebuah prosedur yang sistematik untuk memodifikasi perilaku siswa, yang didasarkan pada pemikiran-pemikiran tertentu.
b.    Hasil belajar ditetapkan secara khusus
Tiap model pembelajaran menentukan tujuan-tujuan hasil belajar yang secara khusus telah disusun secara rinci. Bentuk tujuan hasil belajar ini adalah unjuk kerja yang dapat diamati.
c.    Penetapan lingkungan secara khusus
Guru memiliki hak untuk menetapkan keadaan lingkungan secara spesifik dalam model pembelajaran yang digunakannya.
d.    Ukuran keberhasilan
Model harus menetapkan kriteria keberhasilan suatu unjuk kerja yang diharapkan dari siswa.[7] Model pembelajaran selalu menggambarkan dan menjelaskan hasil-hasil belajar dalam bentuk perilaku dan kognitif yang seharusnya ditunjukkan oleh siswa setelah menempuh dan menyelesaikan proses pembelajaran.
e.    Interaksi dengan lingkungan
Semua model pembelajaran menentukan cara yang dapat membuat siswa melakukan interaksi dan bereaksi dengan lingkungan sekitarnya. Interaksi dengan lingkungan merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran IPS bagi siswa.

III.   Tujuan Model Pembelajaran
National Council for The Social Studies (NCSS) menyatakan bahwa “The primary purpose of social studies is to help young people develop the ability to make informed and reasoned decision for the public good as citizen of a culturally diverse, democratic society in an interdependent world.[8] Jadi, tujuan utama dari pembelajaran IPS adalah untuk membantu anak-anak mengembangkan kemampuan membuat informasi dan keputusan yang beralasan untuk menjadi warga negara yang baik dengan keragaman budaya didalamnya, sehingga menjadi masyarakat yang hidup secara demokratis.
Tujuan model pembelajaran terpusat pada pembelajaran siswa. Banyak guru menekankan tujuan tersebut sebagai bagian dari terciptanya pengalaman dalam rencana pelaksanaan pembelajaran untuk siswa di dalam kelas. Bila tujuan pembelajaran dilakasanakan sesuai dengan apa yang direncanakan, dipastikan akan tercipta hasil yang diharapkan dari materi dan bahan-bahan pelajaran yang diberikan. Berikut ini adalah gambaran secara lengkap mengenai hal-hal tersebut.

A.  Tujuan
Aims are broad statements that establish a general sense of direction for school programs.”[9] Hal ini berarti tujuan merupakan hal yang menentukan berjalan atau tidaknya suatu petunjuk dalam suatu program sekolah.
Terkadang perkembangan tujuan yang diciptakan oleh pendidik diperdebatkan. Hal ini terjadi karena tidak semua orang memiliki pandangan yang sama mengenai tujuan pendidikan yang seharusnya dilaksanakan.
Contoh :
-        Memecahkan dan menunjukkan penyelesaian suatu masalah
-        Membangun keahlian dalam jiwa sosial
-        Memahami karakteristik sejarah , budaya, ekonomi, dan politik yang ada. Baik itu dalam negara sendiri, maupun pada belahan dunia lainnya

B. Hasil Pembelajaran yang Diharapkan
Menurut Tom. V. Savage dan David. G. Armstrong, “Goals are narrower statements of purpose than aims.[10] Hasil pembelajaran yang diharapkan merupakan pernyataan yang lebih sempit daripada tujuan. Hasil pembelajaran ini merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai. Tujuan akhir ini seringkali ditentukan oleh bagaimana kemampuan dari sekolah itu sendiri. Hal ini biasanya ditentukan oleh dewan pengurus sekolah, bagian kurikulum, atau bagian pemilihan materi yang akan diselenggarakan. Tujuan akhir ini membantu guru untuk menetapkan kegiatan pembelajaran yang menjadi tanggung jawab guru.Dibawah ini merupakan contoh tujuan akhir pembelajaran:
-        Mempelajari ciri-ciri utama suatu daerah melalui geografi
-        Memahami bahwa sejarah merupakan penggambaran kejadian yang terjadi di masa lalu

C. Hasil akhir pembelajaran yang diinginkan
Tom. V. Savage dan David. G. Armstrong menyatakan bahwa “Intended learning outcomes provide teachers with guidance regarding what to teach and how to teach it. They also at specificity to teachers attemps to communicate with parents and others about their instructional intents.[11] Jadi, hasil pembelajaran yang diinginkan ditetapkan  guru dengan perhatian mengenai apa yang akan diajarkan dan bagaimana mengajarkannya. Bahkan seringkali guru juga berusaha mengkomunikasikan yang ia lakukan di kelas pada orangtua dan orang-orang mengenai bahan-bahan pelajaran yang guru maksud.
Hasil akhir dari bahan pelajaran dapat membantu guru ketika mereka merencanakan unit pengajaran untuk pelajar dengan kelompok khusus. Contoh dari hasil akhir pembelajaran untuk IPS sekolah dasar yaitu:
-          Membedakan fakta dengan opini
-          Menggambarkan langkah-langkah dari penyelesaian pada suatu masalah tertentu
-          Menunjukkan sikap menghormati pendapat orang lain.

IV.  Fungsi Model Pembelajaran
Beberapa fungsi dari model pembelajaran adalah:
a.    Pedoman
Model pembelajaran berfungsi sebagai pedoman yang dapat menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh guru. Dengan memiliki rencana pengajaran yang bersifat menyeluruh, guru diharapkan dapat membantu siswa untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran.

b.    Pengembangan kurikulum
Model pembelajaran dapat membantu dalam pengembangan kurikulum, karena pada dasarnya tiap mata pelajaran yang ada selalu memiliki materi yang berkesinambungan. Dalam hal inilah model pembelajaran dibutuhkan sebagai cara agar siswa terbantu dalam menerima pelajaran.

c.    Menetapkan bahan-bahan pengajaran
Model pembelajaran menetapkan secara rinci bentuk-bentuk bahan pengajaran yang berbeda. Bahan pengajaran ini akan digunakan guru dalam membantu perubahan kearah yang lebih baik. Baik bagi perkembangan kognitif, maupun perkembangan kepribadian siswa.

d.    Membantu perbaikan dalam mengajar
Model pembelajaran dapat membantu proses pembelajaran dan meningkatkan keefektifan kegiatan pembelajaran.

V.   Klasifikasi Model-Model Pembelajaran
Ada sejumlah pandangan atau pendapat berkenaan dengan model pembelajaran yang perlu dikaji. Beberapa model pembelajaran tersebut antara lain:

A.   Model-Model Pembelajaran Menurut Arends
Arends dan pakar model pembelajaran yang lain berpendapat, bahwa tidak ada satu model pembelajaran yang paling baik diantara satu dengan yang lainnya, karena masing-masing model pembelajaran dapat dirasakan baik, apabila telah diujicobakan untuk mengajarkan materi pelajaran tertentu.
Arends menyeleksi enam model pengajaran yang sering dan praktis digunakan guru dalam mengajar, yaitu: presentasi, pengajaran langsung, pengajaran konsep, pembelajaran kooperatif, pengajaran berdasarkan masalah, dan diskusi kelas.[12]

Tabel Ikhtisar dan Perbandingan Model-model Pengajaran
Ciri-ciri Penting
Pengajaran Langsung
Pembelajaran Kooperatif
Pengajaran Berrdasarkan Masalah
Strategi-strategi Belajar
Landasan Teori
Psikologi Perilaku; Teori Belajar Sosial
Teori Belajar Sosial; Teori Konstruktivis
Teori Kognitif; Teori Konstruktivis
Teori Pemrosesan Informasi
Pengembangan Teori
Bandura; Skinner
Dewey; Vygotsky; Slavin; Piaget
Dewey; Vygotsky; Piaget
Bruner; Vygotsky; Shiffrin; Atkinsons
Hasil Belajar
Pengetahuan deklaratif dasar; keterampilan akademik
Keterampilan akademik dan sosial
Keterampilan akademik dan inkuiri
Keterampilan kognitif dan metakognitif
Ciri Pengajaran
Presentasi dan demonstrasi yang jelas dari materi ajar, analisis tugas & tujuan perilaku
Kerja kelompok dengan ganjaran kelompok dan struktur tugas
Proyek berdasarkan inkuiri yang dikerjakan dalam kelompok
Pengajaran resiprokal
Karakteristik Lingkungan
Terstruktur secara ketat, lingkungan berpusat pada guru
Fleksibel, demokratik, lingkungan berpusat pada guru
Fleksibel, lingkungan berpusat pada inkuiri
Reflektif, menekankan pada belajar dan bagaiman belajar

B.   Model-Model Pembelajaran Menurut Bruce Joyce dan Marsha Weil
Bruce Joyce dan Marsha Weil mendeskripsikan empat kategori model pembelajaran, yaitu kelompok model sosial (social family), kelompok pengolahan informasi (information processing family), kelompok model personal (personal family), dan kelompok model sistem perilaku (behavioral systems family).[13]

                       1.         Model yang Berorientasi pada Interaksi Sosial (The Social Family)
Model dari kategori ini menekankan pentingnya hubungan sosial yang berkembang dalam proses interaksi sosial diantara individu.[14] Penggunaan rumpun model interaksi sosial ini menitik beratkan pada pengembangan kemampuan kerjasama dari para siswa. Model yang berorientasi pada interaksi sosial dimaksudkan sebagai upaya memperbaiki masyakarakat dengan memperbaiki hubungan-hubungan interpersonal melalui prosedur demokratis.
Langkah yang ditempuh guru dalam model ini adalah:   
-          Guru melemparkan masalah dalam bentuk situasi sosial kepada para siswa.
-          Siswa dengan bimbungan guru menelusuri berbagai macam masalah yang terdapat dalam situasi tersebut.
-          Siswa diberi tugas atau permasalahan untuk dipecahkan, dianalisis, dikerjakan yang berkenaan dengan situasi tersebut.
-          Dalam memecahkan masalah belajar tersebut siswa diminta untuk mendiskusikannya.
-          Siswa memuat kesimpulan dari hasil diskusinya.
-          Pembahasan kembali hasil-hasil kegiatannya.[15]

Di dalam famili model interaksi sosial terdapat dua model pembelajaran, yaitu:
a.    Model Investigasi Kelompok
Model ini dikembangkan oleh John Dewey dan Herbert A.Thelen yang menggabungkan pandangan-pandangan proses sosial yang demokratik dengan penggunaan strategi-strategi ilmiah untuk membantu manusia menciptakan pengetahuan dan masyarakat yang teratur dengan baik.
Penerapan model ini dimulai dengan menghadapkan siswa kepada masalah, yang muncul dari sumber yang berbeda-beda. Masalah itu bisa merupakan bagian dari suatu pengalaman. Permasalahan yang dihadirkan dapat disediakan oleh guru ataupun muncul dari kelas. Jika ada siswa bereaksi terhadap masalah tersebut maka guru menarik perhatian mereka terhadap reaksi yang berbeda. Jika siswa telah menunjukkan minat terhadap reaksi-reaksi yang berbeda itu maka guru mendorong siswa untuk merumuskan masalah untuk diri mereka. Setelah dirumuskan siswa mengkajinya dengan memperhatikan peranan dan mengorganisasi dirinya, kemudian bertindak dan melaporkan hasilnya.
Beberapa hal yang dapat ditarik dari model ini adalah:
                                            1.       Sistem sosial. Model ini bersifat demokratik, karena masalah tidak hanya dimunculkan oleh guru, tetapi bisa juga muncul dari siswa. Guru dan siswa memiliki status yang sama. 
                                            2.       Prinsip-prinsip reaksinya adalah guru bertindak sebagai konselor tanpa mengganggu struktur yang ada.[16]
                                            3.       Sistem yang menunjang. Dukungan yang diberikan guru bersifat ekstensif dan responsif terhadap apa yang dibutuhkan siswa. Disamping itu hubungan dan kontak dengan lembaga-lembaga di luar sekolah dan orang-orang yang ada di sekitar siswa juga diperlukan oleh siswa untuk memecahkan masalah yang menjadi fokus pelajaran.
                                            4.       Model dapat digunakan untuk semua bidang pelajaran dan juga dapat digunakan sebagai aspek di dalam merumuskan dan memecahkan masalah siswa.

b.    Model Inkuiri Sosial
Model ini dikembangkan oleh Bryron Massialas dan Benyamin Cox. Secara umum inkuri dapat diartikan mengembangan kemampuan siswa untuk memikirkan secara sungguh-sungguh dan terarah serta merefleksikan hakekat sosial kehidupan, khususnya kehidupan siswa sendiri dan arah kehidupan masyarakat dalam upaya memecahkan masalah-masalah sosial.
Enam langkah dalam penerapan model ini, yaitu:
                                            1.       Orientasi terhadap masalah
                                            2.       Menyusun hipotesis
                                            3.       Melakukan perumusan dan pembatasan masalah
                                            4.       Melakukan eksplorasi
                                            5.       Mengumpulkan fakta-fakta dan data berdasarkan hasil analisis yang dirumuskan.
                                            6.       Generalisasi atau pernyataan terhadap masalah.[17]
                                                    
Dalam penerapan model ini prinsip reaksi guru adalah membantu siswa dalam ber-inkuiri dan menjelaskan posisi siswa. Selain itu juga membantu siswa dalam membuat rencana dan memperbaiki cara kerjanya.

                       2.         Model-Model yang Berorientasi pada Pemrosesan Informasi (The Infomation-Processing Family)
Model mengajar yang dikembangkan oleh Hilda Taba ini menekankan pada pentingnya mengajarkan bagaimana cara siswa untuk memberi respon terhadap informasi yang datang dari lingkungannya.
Model-model pembelajaran ini bertolak dari prinsip-prinsip pengolahan informasi oleh manusia . Kelompok model ini menekankan pada peserta didik agar memilih kemampuan untuk memproses informasi sehingga peserta didik yang berhasil dalam belajar adalah yang memiliki kemampuan dalam memproses informasi.
Model pemrosesan informasi ini secara umum dapat diterapkan pada sasaran belajar dari berbagai usia dalam mempelajari individu masyarakat.
Di dalam famili model interaksi sosial terdapat dua model pembelajaran, yaitu:
a.    Model Mengajar Induktif
Model mengajar induktif telah dikembangkan oleh Hilda Taba di dalam studi eksperimennya yang dilakukan di Sekolah Centra Costa. Dalam eksperimennya, ia mengemukakan tiga anggapan dasar tentang proses berpikir, yaitu:
·         Anggapan dasarnya yang pertama adalah berpikir dapat diajarkan.
·         Kedua, berpikir adalah transaksi aktif antara individu dengan data, sedangkan proses interaktif adalah belajar di kelas yang difasilitasi oleh guru dengan mengandalkan bahan-bahan belajar, dimana siswa melakukan proses kognitif dan mengorganisasikan fakta-fakta ke dalam konsep kemudian menarik generalisasi tertentu, sampai merumuskan jawaban sementara, meramalkan dan menjelaskan gejala-gejala yang tidak dikenali.
·         Anggapan dasar ketiga adalah dalam proses berpikir mengembangakan dalam susunan urutan-urutan yang teratur dan urutan itu tidak dapat dilakukan secara sebaliknya.[18]

Tugas utama guru adalah membantu siswa untuk memproses data dengan cara yang lebih kompleks dan meningkatkan kemampuan umumnya dalam memproses data. Secara keseluruhan model ini dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa. Model ini dapat pula diaplikasikan dalam berbagai mata pelajaran untuk meningkatkan kemampuan berpikir produktif dan kreatif.

b.    Model Pemrolehan Konsep
Model ini dikembangkan oleh Jerome. S. Bruner, Jacqueline Goodrow, dan George Austin. Model ini lahir dari studi tentang proses berpikir manusia.[19] Pemrolehan konsep berproses melalui empat fase seperti berikut:
                                            1.       Fase pertama
Pada fase pertama, data dipresentasikan kepada siswa. Data, mungkin saja tentang kejadian-kejadian. Dalam hal ini siswa didorong untuk menarik konsep atau prinsip-prinsip yang membedakan yang digunakan atas dasar penyeleksian unit-unit.
                                            2.       Fase kedua
Tahapan pada fase ini dimulai dengan menganalisis strategi-strategi untuk memperoleh konsep. Beberapa siswa akan mulai dengan gagasan umum dan secara bertahap mempersempit menjadi lebih khusus dalam pernyataan konsepnya.
                                            3.       Fase ketiga
Pada fase ini, siswa mengkaji jenis-jenis konsep dan atribut-atributnya dalam berbagai jenis bahan yang sesuai dengan usia dan pengalamannya. Semakin meningkat usia siswa semakin meningkat pula kerumitan pengembangan konsep.
                                            4.       Fase keempat
Pada tahapan ini, siswa mencoba membentuk konsep-konsep, oleh karena itu model ini disebut juga “concept formation” atau “concept learning” dan mengajarkannya pada orang lain untuk memperoleh konsep melalui bermain.

Pada tahap akhir model, siswa menganalisis konsep dan strategi yang telah ditempuhnya. Model ini mensyaratkan bahwa bahan-bahan itu telah disusun sehingga konsep-konsep yang telah ada melekat pada bahan yang diajarkan.[20]

c.    Model Mengajar Pengembangan
Model ini dikembangkan oleh Piaget. Ada dua strategi, yang pertama menggunakan gambar perkembangan untuk mendorong segala sesuatu yang dilakukan sesuai dengan pendidikan untuk anak muda pada tingkatan pengembangannya setiap waktu. Yang kedua adalah menggunakan pola-pola pengembangan untuk menggerakkan strategi mengajar atau mempercepat agar ha itu terjadinya lebih cepat diabndingkan dengan jika tidak diberikan intervensi.[21]
Model mengajar yang dikembangkan Piaget ini dilaksanakan dalam dua tahapan di kelas, yaitu:
·      Tahap pertama, guru menampilkan keadaan dimana siswa dihadapkan dengan pikiran yang tidak logis atau dengan masalah yang membingungkannya. Situasi yang dihadapi harus dikenal siswa agar memungkinkan ia melakukan asimilasi dengan sesuatu yang baru yang perlu diakomodasi.
·      Tahap kedua, guru menyedian petunjuk untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Yang terpenting dalam model ini adalah menciptakan lingkungan yang kondusif dalam kelas.[22]

Guru harus menyediakan lingkungan fisik dan sosial yang cocok dengan tingkat perkembangan siswa. Siswa harus dapat secara bebas berinteraksi dengan siswa lain dan juga dengan guru. Tugas guru adalah menciptakan lingkungan yang kondusif. Guru juga membimbing siswa untuk berinkuiri.
Model ini dapat digunakan dalam pengembangan aspek kognitif dan sosial siswa, bahkan juga dapat digunakan dalam semua bidang studi dimana masalah berpikir muncul.

d.    Model Menyusun yang Lebih Maju
Model ini dikembangkan oleh David Ausubel. Model ini menampilkan sebuah teori tentang cara memproses informasi agar kegiatan belajar yang dilakukan menjadi bermakna bagi siswa. Peta intelektual dapat digunakan untuk menganalisis domain khusus dan untuk memecahkan masalah-masalah dalam domain-domain kegiatan tersebut.
Guru diharapkan dapat menyampaikan body of knowledge yang stabil sedemikian rupa agar siswa dapat menggabungkannya dengan sistemnya sendiri sehingga pengetahuan yang didapatnya menjadi “miliknya yang berguna.”

                       3.         Model yang Berorientasi pada Pribadi (The Personal Family)
Model ini didasarkan pada asumsi bahwa seseorang adalah sumber pendidikan. Model-model dalam kelompok ini memusatkan perhatiannya pada individu dan kebutuhannya.[23] Secara keseluruhan, model ini berusaha memahami sifat-sifat individu guna meningkatkan pribadi dan kemampuannya beserta menghubungkannya dengan hal-hal produktif lainnya.
Model-model dalam kategori ini ada dua, yang pertama adalah “Non Directive Teaching Model” dan “Classroom Meeting Model”.

a.    Model Mengajar Bebas
Model ini dikembangkan oleh Carl Rogers. Anggapan pokok yang mendasari modelnya adalah bahwa setiap individu dapat mengatasi sendiri masalah kehidupannya dengan cara-cara yang konstruktif.
Model mengajar yang berorientasi pada siswa ini akan melalui dua tahapan dalam menerapkannya, yaitu:
·         Tahapan pertama adalah menciptakan suasana yang tepat di kelas oleh guru.
·         Tahapan kedua adalah mengembangkan tujuan-tujuan individual atau kelompok.

Suasana yang dapat diterima dapat diciptakan oleh guru melalui diskusi dengan siswa untuk membantunya melahirkan masalah. Masalah ini nantinya akan dibahas secara bersama-sama untuk menemukan pemecahannya. Guru dalam model yang menekankan pada siswa ini tidak membuat siswa merasa terikat. Siswa memprakarsai sendiri kegiatan-kegiatan belajar yang muncul dari proses interaktif. 

b.    Model Pertemuan Kelas
Model ini dikembangkan oleh Robert Glasser. Ada  6 tahapan yang dilalui dalam model ini. Tahapan-tahapan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
                                        1.       Menciptakan suasana untuk terlibat.
                                        2.       Mengajukan masalah untuk didiskusikan.
                                        3.       Melakukan penilaian dan pertimbangan tentang perilaku mereka.
                                        4.       Guru dan siswa secara bersama menetapkan alternatif pemecahan.
                                        5.       Guru mendorong siswa untuk bertanggung jawab (komitmen).
                                        6.       Menindaklanjuti keputusan yang telah diambil.[24]

Dalam melaksanakan model ini di kelas, perilaku guru paling tidak dipandu oleh tiga dasar; pertama adalah prinsip keterlibatan secara aktif yang berarti bahwa guru harus memperlihatkan kehangatan, menunjukkan perhatian dan hubungan yang peka dengan siswanya. Prinsip kedua adalah guru harus mendorong siswanya menerima tanggung jawab untuk mendiagnosis perilakunya sendiri dan teman kelasnya. Prinsip ketiga adalah upaya kerjasama yang dilakukan antara guru dengan siswa untuk mengenali, memilih dan mengikuti dengan perilaku yang baik.
Model ini menuntut siswa untuk memprakarsai masalah dan mendiskusikannya secara bersama-sama, kemudian mencari pemecahannya. Posisi guru disini adalah sebagai pemimpin, namun tetap tanpa penilaian (non-judgemental).
Keberhasilan model ini sangat bergantung pada kualifikasi  pribadi guru kelas. Guru harus memiliki kepribadian yang hangat dan bersahabat, baik antara pribadi maupun dalam teknik diskusi kelompok.

                       4.         Kelompok Model Sistem Perilaku (The Behavioral Systems Family)
Model mengajar ini dilaksanakan oleh B.F.Skinner. Aktivitas pembelajaran menurut model ini harus ditujukan pada timbulnya perilaku baru atau berubahnya perilaku siswa ke arah yang sejalan dengan harapan. Penggunaan model dalam mengajar di kelas didasari oleh langkah-langkah sebagai berikut:
·         Langkah pertama adalah memberikan rangsangan (stimulus). Teori ini didasarkan pada pandangan bahwa belajar itu dilakukan secara bertahan dengan langkah-langkah kecil dan respon terhadap stimulus itu akan mempengaruhi perilaku siswa.
·         Langkah kedua, siswa merespon bahan pengajaran yang terdapat pada fase pertama. Siswa membaca jawaban dan merespon dengan menyusun sendiri responnya. Dengan segera siswa terlibat secara aktif dalam proses belajar.
·         Langkah ketiga, respon (jawaban) siswa adalah penguatan dan menunjukkan dengan segera respon yang benar. Penguatan itu dapat juga digunakan dengan tempo yang bervariasi bergantung pada bentuk belajar. Dalam pelaksanaannya guru adalah pemrakarsa dan pengendali proses pengajaran. [25]

Jika dengan menggunakan model tersebut siswa tidak dapat belajar maka kesalahannya bukan terletak pada model, tetapi pada manusia yang mengembangkan program tersebut.

C.   Model Pembelajaran Kooperatif
Dalam belajar kooperatif siswa belajar bersama sebagai suatu tim dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama.[26] Jadi, setiap anggota kelompok mempunyai  tanggung jawab yang sama untuk keberhasilan kelompoknya.
Dalam kelas kooperatif, siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil. Setiap kelompok memiliki anggota yang sederajat tetapi heterogen, baik itu kemampuannya, jenis kelamin, suku/ras. Model pembelajaran kooperatif memungkinkan siswa dapat belajar dengan cara bekerja sama dengan teman.Tujuan dari model pembelajaran ini adalah:
·      Memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar.
·      Memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok.
·      Memberikan siswa kesempatan untuk dapat bersosialisasi dengan teman-temannya.
Manfaat dari model pembelajaran ini antara lain dapat mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya dalam wujud input pada level individual. Disamping itu, pembelajaran ini juga dapat mengembangkan solidaritas sosial pada diri siswa. Solidaritas sosial ini secara tidak langsung datang  pada diri siswa ketika ada teman yang lemah dibantu oleh temannya yang lebih mampu dalam menerima materi.
Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif dengan Kelompok Belajar Konvensional[27]
Kelompok Belajar Kooperatif
Kelompok Belajar Konvensional
Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu, dan saling memberikan motivasi
Guru sering membiarkan adanya siswa yang memndominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok
Kelompok belajar heterogen
Kelompok belajar biasanya homogen
Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok

Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong royong
Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan
Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas  tetapi juga hubungna interpersonal
Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas
Guru memerhatikan secara proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar
Guru sering tidak memerhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar
Guru terus melakukan pemantauan melalui observasi selama pembelajaran berlangsung
Guru sering tidak melakukan pemantauan melalui observasi selama pembelajaran berlangsung


Terdapat beberapa unsur penting dalam model pembelajaran kooperatif, yaitu:
                1.       Saling ketergantungan yang bersifat positif diantara siswa. Dalam belajar kooperatif siswa merasa bahwa mereka sedang bekerja sama untuk mencapai satu tujuan dan terikat satu sama lain.[28]
                2.       Interaksi antara siswa yang meningkat. Hal ini akan terlihat ketika seorang siswa membantu temannya lain untuk memahami pembelajaran yang sedang berlangsung.
                3.       Menekankan pada tanggung jawab individual.
                4.       Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil. Keterampilan ini menekankan pada bagaimana cara siswa bersikap sebagai anggota kelompok. Karena ketika dibutuhkan keterampilan khusus ketika siswa akan menyampaikan idenya dalam kelompok.
                5.       Proses kelompok. Proses ini terjadi jika anggota kelompok mendiskusikan bagaimana mereka akan mencapai tujuan dengan baik dan membuat hubungan kerja yang baik.[29]

Model pembelajaran kooperatif memiliki langkah-langkah ketika melaksanakannya. Dibawah ini merupakan tabel langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran kooperatif.

Fase
Perilaku Guru
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar
Fase 2
Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan
Fase 3
Mengorganisasi siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana cara membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien
Fase 4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas
Fase 5
Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
Fase 6
Memberikan tugas
Guru mancari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok


D.     Pembelajaran Model Diskusi Kelas
Model pembelajaran diskusi kelas merupakan situasi di mana guru dan para siswa, atau antara siswa dengan siswa yang lain berbincang satu sama lain dan berbagi gagasan dan pendapat mereka.[30]
Model diskusi kelas ini mempunyai arti suatu situasi di mana guru dengan siswa atau siswa dengan siswa yang lain saling bertukar pendapat secara lisan. Pertanyaan yang diajukan guru untuk siswa harus dapat memancing siswa untuk mencapai tingkat kognitif yang lebih tinggi. Guru melakukan kegiatan diskusi di kelas apabila hendak:
                     1.       Memanfaatkan berbagai kemampuan yang ada (dimiliki oleh siswa).
                     2.       Memberikan kesempatan kepada para siswa untuk menyalurkan kemampuannya masing-masing.
                     3.       Memperoleh umpan balik dari para siswa tentang apakah tujuan yang dirumuskan telah tercapai.
                     4.       Membantu para siswa belajar berpikir teoretis dan praktis lewat berbagai mata pelajaran dan kegiatan sekolah.
                     5.       Membantu para siswa belajar menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman-temannya(orang lain).
                     6.       Membantu para siswa menyadari dan mampu merumuskan berbagai masalah yang dilihat baik dari pengalaman sendiri maupun dari pelajaran sekolah.
                     7.       Mengembangkan motivasi untuk belajar lebih lanjut.[31]

Model pembelajaran diskusi kelas memiliki beberapa tujuan, antara lain :
·      Tujuan umum
Memperbaiki cara berpikir, keterampilan siswa dalam berkomunikasi, dan untuk meningkatkan keterlibatan siswa di dalam pelajaran
·      Tujuan Khusus
                              1.       Meningkatkan cara berpikir siswa dengan membantu siswa membangkitkan pemahaman isi pelajaran.
                              2.       Menumbuhkan keterlibatan dan partisipasi siswa dalam pembelajaran.
                              3.       Membantu siswa memahami dan menerapkan keterampilan komunikasi serta keterampilan berpikir.

Langkah-Langkah penyelenggaraan Model Diskusi[32]
Tahap
Kegiatan Guru
1. Menyampaikan tujuan dan mengatur siswa
·      Menyampaikan pendahuluan,
a.Motivasi
b.Menyampaikan tujuan dasar diskusi
c. Apersepsi
·      Menjelaskan tujuan diskusi
2. Mengarahkan diskusi
·      Mengajukan pertanyaan awal/permasalahan
·      Modeling
3. Menyelenggarakan diskusi
·      Membimbing/mengarahkan siswa dalam mengerjakan LKS secara mandiri
·      Membimbing/mengarahkan siswa dalam berbagi
·      Menerapkan waktu tunggu
·      Membimbing kegiatan siswa
4. Mengakhiri diskusi
Menutup diskusi
5. Melakukan tanya jawab singkat tentang proses diskusi
Membantu siswa membuuat rangkuman diskusi dengan tanya jawab singkat


E.   Model Pembelajaran Alam Sekitar
Gerakan pendidikan yang mendekatkan anak dengan alam sekitarnya adalah gerakan pengajaran alam sekitar. Perintis gerakan ini adalah Fr. Finger (1808-1888) dari Jerman, dengan “heimatkunde”-nya (pengajaran alam sekitar). Beberapa prinsip gerakan “heimatkunde”  adalah:
a.    Dengan pengajaran alam sekitar, guru dapat memperagakan secara langsung sesuai dengan sifat-sifat atau dasar-dasar pengajaran.[33]
b.    Pengajaran alam sekitar memberikan kesempatan agar anak dapat belajar secara aktif, tidak hanya duduk, dengar, dan catat saja.
c.    Pengajaran alam sekitar memungkinkan guru untuk memberikan pengajaran totalitas, yaitu suatu bentuk pengajaran dengan ciri-ciri:
-          Tidak mengenali pembagian mata pengajaran dalam daftar pengajaran, tetapi guru paham dengan tujuan pengajaran dan mampu mengarahkan usahanya agar siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran.
-          Dapat menarik minat siswa, karena guru mengambil bahan pembelajaran dari lingkungan sekitar siswa.
-          Memungkinkan segala bahan pengajaran berhubungan satu sama lain.
d.    Pengajaran alam sekitar memberi kepada anak bahan apersepsi intelektual yang kukuh dan tidak verbalitas.[34]
e.    Pengajaran alam sekitar memberi apersepsi emosional pada anak, karena alam sekitar mempunyai ikatan emosional dengan anak.

F.    Model Pembelajaran Pusat Perhatian
Pembelajaran melalui pusat perhatian dirintis oleh Ovide Decroly (1871-1932) dari Belgia dengan pembelajaran melalui pusat-pusat minat (Centres d’interet). Pendidikan menurut Decroly berdasar pada semboyan “Ecole pour la vie, par la vie” (sekolah untuk hidup dan oleh hidup).[35]
Dalam model pembelajaran ini, anak harus dididik untuk dapat hidup dalam masyarakat, anak harus diarahkan kepada pembentukan individu dan anggota masyarakat. Oleh karena itu, anak harus mempunyai pengetahuan terhadap diri sendiri, kemudian pengetahuan tentang dunianya seperti lingkungannya dan tempat hidup di hari depannya.
Model pembelajaran pusat perhatian telah mendorong berbagai cara agar saat kegiatan pembelajaran berlangsung guru melakukan berbagai variasi cara mengajar. Variasi ini dimaksudkan agar perhatian siswa selalu terpusat pada materi pembelajaran. Pemusatan perhatian siswa tidak hanya dilakukan ketika pembukaan pembelajaran, tetapi juga pada tiap pembahasan materi, sehingga tidak ada waktu yang disia-siakan.

G.   Model Pembelajaran Individual
Pembelajaran secara individual tampak pada perilaku atau kegiatan guru dalam mengajar yang menitikberaktak pada pemberian bantuan dan bimbingan belajar kepada masing-masing siswa secara individual. Susunan suatu tujuan belajar yang di desain untuk belajar mandiri harus disesuaikan dengan karakteristik individual dan kebutuhan tiap siswa. Bentuk-bentuk belajar mandiri antara lain adalah: (1) self instruction semacam modul; (2) independent study; (3) individualized prescribed instruction; dan (4) self pacet learning.
Perilaku pembelajaran individual ini guru akan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada masing-masing individu siswa untuk dapat belajar sesuai dengan kemampuan yang dimiliki siswanya. Kemudian ada kesempatan bagi masing-masing individu siswa untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki siswa, artinya setiap individu siswa memiliki paket belajar secara individual yang sesuai dengan tujuan belajarnya secara individual juga.
Posisi guru dalam model pembelajaran individual adalah membantu siswa membelajarkan siswa, membantu merencanakan kegiatan belajar siswa sesuai dengan kemampuan dan daya dukung yang dimiliki siswa. Peran guru selanjutnya adalah sebagai penasehat atau pembimbing belajar, membantu siswa untuk mengadakan penilaian belajar dan kemajuan yang telah dicapainya.

H.   Model Pembelajaran Klasikal
Pembelajaran klasikal mencerminkan kemampuan utama guru, karena pembelajaran klasikal ini merupakan kegiatan belajar dan mengajar yang tergolong efisien[36]. Pembelajaran secara klasikal ini memberi arti bahwa seorang guru melakukan dua kegiatan sekaligus, yaitu mengelola kelas dan mengelola kegiatan pembelajaran. Dalam hal ini guru dituntut kemampuannya menggunakan teknik-teknik penguatan dalam pembelajaran agar ketertiban belajar dapat diwujudkan. Pengajaran klasikal dirasa lebih sesuai dengan kurikulum yang seragam, yang dinilai melalui ujian yang seragam pula.
Kegiatan belajar klasikal sifatnya cenderung menerima dan menghafal saja dan penyampaian materi pun dilakukan secara ceramah. Dalam mengikuti kegiatan belajar, siswa dituntut untuk selalu memusatkan perhatian terhadap pelajaran dengan cara kelas harus sunyi dan siswa harus duduk manis di tempat masing-masing.  Oleh karena itu, belajar secara klasikal cenderung menempatkan siswa dalam posisi pasif, hanya sebagai sebagai penerima bahan ajaran. Upaya mengaktifkan siswa dapat menggunakan metode tanya jawab, demonstrasi, diskusi, dan lain-lain yang sesuai bagi para muridnya.

I.      Model Pembelajaran Problem Based Instruction
Problem Based Instruction biasa diterjemahkan menjadi pembelajaran berdasarkan masalah atau pembelajaran berbasis masalah. Pembelajaran beradasar masalah merupakan pembelajaran yang menyajikan masalah, yang kemudian digunakan untuk merangsang berfikir tingkat tinggi yang berorientasi pada masalah. Pembelajaran jenis ini tidak difokuskan apa yang menjadi perilaku siswa tetapi lebih kepada apa yang mereka pikirkan pada saat melakukan kegiatan tersebut.

Model Problem Based Instruction memiliki lima langkah pembelajaran, yaitu:
         1.         Guru mendefisikan atau mempresentasikan masalah atau isu yang berkaitan (masalah bisa untuk satu unit pelajaran atau lebih, bisa untuk pertemuan satu, dua, atau tiga minggu, bisa berasal dari hasil seleksi guru atau dari eksplorasi siswa).
         2.         Guru membantu siswa mengklarifikasi masalah dan menentukan bagaimana masalah itu diinvestigasi (investigasi melibatkan sumber-sumber belajar, informasi, dan data yang variatif, melakukan surve dan pengukuran).
         3.         Guru membantu siswa menciptakan makna terkait dengan hasil pemecahan masalah yang akan dilaporkan (bagaimana mereka memecahkan masalah dan apa rasionalnya).
         4.         Pengorganisasian laporan (makalah, laporan lisan, model, program komputer, dan lain-lain).
         5.         Presentasi (dalam kelas melibatkan semua siswa, guru, bila perlu melibatkan administator dan anggota masyarakat).[37]

Tahapan Pembelajaran Problem Based Instruction
Tahap
Tingkah Laku Guru
Tahap I
Orientasi siswa pada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya. Guru mendiskusikan rubric asesmen yang akan digunakan dalam menilai kegiatan/hasil karya siswa
Tahap 2
Mengorganisasi siswa untuk belajar
Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
Tahap 3
Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
Tahap 4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
Tahap 5
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masa
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan


Secara garis besar PBI terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang otentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Peranan guru dalam PBI adalah mengajukan masalah, memfasilitasi penyelidikan dan dialog siswa, serta mendukung belajar siswa. PBI diorganisasikan di sekitar situasi kehidupan nyata yang menghindari jawaban sederhana dan mengundang berbagai pemecahan yang bersaing.

J.    Model Pembelajaran Reasoning and Problem Solving
Saat ini, pembicaraan mengenai perubahan paradigma pendidikan menjadi suatu hal yang terus dibahas, baik yang menyangkut konten maupun pedagogik. Perubahan tersebut meliputi kurikulum, pembelajaran, dan penilaian yang komprehensif.  Kemampuan reasoning and problem solving merupakan keterampilan yang saat ini harus dimiliki siswa, karena ketika mereka meninggalkan kelas untuk memasuki dan melakukan aktivitas di dunia nyata mereka akan membutuhkan kemampuan tersebut.
Reasoning merupakan bagian berpikir yang berada di atas level memanggil (retensi), yang meliputi: pemikiran dasar, berpikir kritis, dan berpikir kreatif. Pemikiran dasar adalah kemampuan siswa untuk memahami konsep. Aktivitas problem solving diawali dengan mendatangkan masalah dalam pembelajaran dan akan berakhir jika sebuah solusi untuk penyelesaian masalah telah diperoleh. Kemampuan pemecahan masalah dapat diwujudkan melalui kemampuan reasoning. Oleh karena itu, model reasoning and problem solving tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena model ini saling melengkapi.
Model reasoning and problem solving dalam pembelajaran memiliki lima langkah pembelajaran, yaitu:
1.    Membaca dan berpikir (mengidentifikasi fakta dan masalah, memvisualisasikan situasi, mendeskripsikan seting pemecahan.
2.    Mengeksplorasi dan merencanakan (pengorganisasian informasi).
3.    Menseleksi strategi (menetapkan pola, menguji pola, simulasi atau eksperimen, reduksi atau ekspansi, deduksi logis, menulis persamaan).
4.    Menemukan jawaban (mengestimasi, menggunakan keterampilan komputasi).
5.    Refleksi dan perluasan (mengoreksi jawaban, menemukan alternatif pemecahan lain, memperluas konsep dan generalisasi, mendiskusikan pemecahan, memformulasikan masalah-masalah variatif yang orisinil).[38]

Sistem sosial yang berkembang adalah minimnya peran guru sebagai transmiter pengetahuan, demokratis, guru dan siswa memiliki status yang sama yaitu menghadapi masalah, interaksi dilandasi oleh kesepakatan. Prinsip reaksi yang dikembangkan adalah guru lebih berperan sebagai konselor, konsultan, sumber kritik yang konstruktif, fasilitator, pemikir tingkat tinggi. Peran tersebut ditampilkan utamanya dalam proses siswa melakukan aktivitas pemecahan masalah.
Efek  pembelajaran dalam model ini adalah pemahaman, keterampilan berpikir kritis dan kreatif, kemampuan pemecahan masalah, kemampuan komunikasi, keterampilan mengunakan pengetahuan secara bermakna. Sedangkan dampak pengiringnya adalah hakikat tentatif krilmuan, keterampilan proses keilmuan, otonomi dan kebebasan siswa, toleransi terhadap ketidakpastian dan masalah-masalah non rutin.


[1]Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Kencana), 2009, h. 21.
[2] Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta), 2003, h. 175.
[3] Alan Pritchard, Ways of Learning, (New York: David Fulton Publisher), 2005, h. 2.
[4] Bruce Joyce and Marsha Weil, Models of Teaching, (USA: Allyn and Bacon), 1972, h. 11.
[5] Abdul Aziz Wahab, Metode dan Model-Model Mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), (Bandung: Alfabeta), 2007, h. 57.
[6] Ibid, h. 54.
[7] Ibid.
[8] Jere Brophy dan Janet Alleman, Powerful Social Studies for Elementary Students, (USA: Harcourt Brace and Company), 1996, h. 5.
[9] Tom. V. Savage and David. G. Armstrong, Effective Teaching in Elementary Social Studies, (USA: Prentice Hall), 1986, h. 128.
[10] Ibid.
[11] Ibid, h. 129.
[12] Trianto, Op. Cit, h. 25.
[13] Aunurrahman, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta), 2009, h.148.
[14] Abdul Aziz Wahab, Op.Cit, h. 59.
[15] Syaiful Sagala, Op.Cit, h. 180.
[16] Abdul Aziz Wahab, Op.Cit, h. 61.
[17] Ibid, h. 62.
[18] Ibid, h. 65.
[19] Ibid, h. 66.
[20] Ibid, h. 68.
[21] Ibid, h. 69.
[22] Ibid.
[23] Ibid, h. 72.
[24] Ibid, h. 75.
[25] Ibid, h. 77
[26] Trianto, Op.Cit, h. 56.
[27] Ibid, hh. 58-59.
[28] Ibid, h. 60.
[29] Ibid, h. 61.
[30] Ibid, h. 122.
[31] Ibid, h. 123..
[32] Ibid, hh. 124-125.
[33] Syaiful Sagala, Op.Cit, h. 180.
[34] Ibid, h. 180.
[35] Ibid, h. 181.
[36] Ibid, h. 185.
[37] Santyasa, Wayan. I, 2007, Model-Model Pembelajaran Inovatif, hh. 10-11,  file.upi.edu/ai.php?dir...MODEL_MODEL_PEMBELAJARAN.pdf
[38] Ibid, hh. 8-9.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Post a Comment