A.
Krisis Keanekaragaman Hayati di Indonesia
Indonesia
seharusnya merupakan tempat keanekaragaman hayati terkaya dunia. Pi negara
kepulauan ini terdapat 515 spesies mamalia (12% dari total mamalia dunia), 25
ribu spesies tumbuhan berbunga (10% dari tumbuhan berbunga dunia), 1.500
spesies burung, 600 spesies reptilia, dan 270 spesies amfibi. Tidaklah
berlebihan jika dunia menjuluki negara kita sebagai megabiodiversity country. Di
bidang kelautan, Indonesia memiliki kekayaan jenis terumbu karang dan ikan yang
luar biasa, termasuk 97 jenis ikan karang yang hanya hidup di perairan laut
Indonesia. Sementara itu, dalam hal kekayaan jenis ikan air tawar, Indonesia
memiliki sekitar 1.400 jenis. Jumlah itu hanya dapat disaingi oleh Brasil.
Tidak hanya fauna, negara ini juga diberkahi kekayaan flora yang berlimpah.
Terdapat lebih dari 38 ribu jenis tumbuhan tingkat tinggi (memiliki akar,
batang, dan daun) di bumi Indonesia. Jumlah itu menjadikan negeri ini sebagai
lima besar negara yang memiliki kekayaan flora terbesar.
Sejarah
geologi dan topografi Indonesia juga mendukung kekayaan dan kekhasan hayatinya.
Misalnya, letak Indonesia dalam lintasan distribusi keanegaragaman hayati benua
Asia, benua Australia dan peralihan Wallacea, adanya variasi iklim bagian barat
yang lembab dan bagian timur yang kering sehingga mempengaruhi pembentukan
ekosistem dan distribusi binatang dan tumbuhan di dalamnya. Di lain pihak,
tingkat keterancaman dan kepunahan spesies di Indonesia juga tinggi. Di tengah
anugerah yang berlimpah, kini kondisi keanekaragaman hayati kita terancam
akibat dampak perubahan iklim, pembalakan hutan, perburuan liar, perkembangan
industri, dan eksploitasi sumber daya semena-mena.
Direktorat
Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH) Departemen Kehutanan dan Balai
Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat pada tahun 2008 mengadakan
sosialisasi “pengenalan jenis tumbuhan dan satwa liar yang diperdagangkan” di
hadapan instansi terkait, seperti petugas Karantina Pertanian, Bea Cukai, dan
Kepolisian, di Pontianak. Pada kesempatan tersebut, Direktur KKH, Dr. Tonny
Soehartono, dalam presentasinya menyampaikan bahwa negara kita telah
memanfaatkan sumber daya alam hayati termasuk tumbuhan dan satwa liar.
Pemanfaatan sumber daya alam hayati yang tidak lestari dan berkelanjutan
memiliki konsekuensi yang serius. Tonny menambahkan bahwa beberapa tumbuhan dan
satwa liar saat ini cukup sulit dijumpai di habitat alami mereka.
Sejumlah
tumbuhan liar juga menghadapi permasalahan serupa. Pengambilan secara tidak sah
kantong semar klipeata (Nepenthes clipeata) di Taman Wisata Alam (TWA) Bukit
Kelam – Sintang, contohnya. Saat ini sudah mencapai tingkat yang
mengkhawatirkan. Kantong semar klipeata di TWA Bukit Kelam sudah lama menjadi
target pengambilan dalam beberapa tahun terakhir karena nilai ekonominya yang
tinggi di pasaran lokal dan nasional tanaman hias. Jika pengambilan ini terus
berlanjut, kantong semar klipeata akan punah di habitat alaminya dalam waktu
yang tidak terlalu lama. Ikan arwana dan kantong semar klipeata hanya dua
contoh saja, sedangkan jenis-jenis tumbuhan dan satwa liar lainnya sudah di
ambang punah atau telah punah di alam. Orangutan merupakan salah satu satwa
liar yang saat ini diambang kepunahan, sedangkan harimau jawa telah dinyatakan
punah hampir 3 (tiga) dekade yang lalu.
Dari
kejadian diatas, jelaslah bahwa banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk
mengatasi pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar yang tidak lestari. Pengelolaan pemanfaatan
tumbuhan dan satwa liar bukanlah pekerjaan yang mudah. Paling tidak ada dua hal
penting agar pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar dapat lestari dan
berkelanjutan, yaitu komitmen dan kemauan untuk mengubah pemahaman dan prilaku.
Dua hal diatas mudah dikatakan, namun kenyataannya cukup sulit untuk dilakukan.
Pemerintah telah mengeluarkan peraturan yang terkait pengawasan dan
pengendalian pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar.
Komitmen
pemerintah termasuk aparat petugas kehutanan, karantina pertanian, bea cukai
dan kepolisian untuk menegakkan peraturan tersebut sangat diperlukan. Dan hal
ini perlu dibuktikan dengan pencapaian yang baik. Selanjutnya, masyarakat juga
diharapkan untuk mematuhi peraturan yang telah ditetapkan. Peraturan tersebut
ditetapkan untuk menyelamatkan keanekaragaman hayati di Indonesia, dan bukanlah
untuk menghalangi setiap orang untuk berusaha di bidang tumbuhan dan satwa
liar. Konservasi sumber daya alam hayati sejatinya berkaitan dengan cara
berpikir dan prilaku. Masyarakat akan berupaya untuk menyelamatkan tumbuhan dan
satwa liar jika memiliki pengetahuan yang cukup tentang lingkungan dan
kesadaran akan krisis keanekaragaman hayati yang sedang dihadapi. Akan tetapi,
ini bukanlah proses yang sederhana.
Data dan
informasi yang disajikan juga mengindikasikan bahwa Indonesia sedang menghadapi
krisis keanekaragaman hayati. Krisis keanekaragaman hayati yang terjadi
disebabkan oleh berbagai faktor yang kadang saling berkaitan. Krisis
keanekaragaman hayati adalah masalah nasional yang seharusnya disikapi secara
menyeluruh. Setiap langkah yang kita ambil untuk menyelamatkan potensi
keanekaragaman hayati sangat penting.
Ada
dua penyebab kerusakan keanekaragaman hayati (biodiversity), yaitu penyebab
utama dan penyebab sekunder:
1.
Penyebab Utama
Ada dua penyebab utama
kerusakan keragaman hayati secara besar-besaran:
a. Kerusakan habitat yang berhubungan
dengan proyek-proyek mega yang dibiayai secara internasional seperti
pembangunan bendungan dan jalan bebas hambatan, serta kegiatan pertambangan
dikawasan hutan yang kaya akan keragaman hayati.
b. Kerusakan keanekaragaman hayati pada
kawasan-kawasan budidaya adalah dorongan ekonomi dan teknologi untuk
menggantikan keragaman dengan homogenitas pada sektor kehutanan, pertanian,
perikanan dan peternakan. Revolusi hijau dalam pertanian, revolusi putih di
perusahaan susu dan revolusi biru di sektor biru di sektor perikanan adalah
revolusi-revolusi di mana keragaman hayati secara sengaja digantikan dengan
keseragaman hayati han monokultur.
2.
Penyebab Sekunder
a. Tekanan populasi, penggusuran penduduk
dan penggusuran keragaman hayati berjalan seiring, dan penduduk tergusur yang
makin menghancurkan keragaman hayati adalah dampak tingkat kedua dari penyebab
utama kerusakan seperti tersebut diatas.
b. Dampak negatif intensifikasi di lahan
pertanian dan perkebunan, erosi, kebakaran, pestisida dan pupuk anorganik
menyebabkan pencemaran di daratan dan perairan sangat nyata menurunkan
keragaman hayati.
c. Pencemaran/polusi baik tanah, perairan
maupun udara.
d. Eksploitasi jenis tertentu secara
besar-besaran.
Ada
beberapa aspek permasalahan dalam usaha pengelolaan
biodiversitas/keanekaragaman hayati di Indonesia, diantaranya adalah:
1.
Aspek
Pemanfaatan (Ekonomis)
-
Berbagai
potensi pemanfaatan keanekaragaman hayati masih banyak yang belum diketahui.
-
Prinsip
keseimbangan pendayagunaan keanekaragaman hayati belum diperhatikan, sehingga
terdapat anggapan bahwa produktivitas tinggi identik dengan dominasi spesies
tertentu (monokultur).
2.
Aspek
Pelestarian (Ekologis)
-
Belum
adanya kontinuitas program pelestarian dan pengolahan keanekaragaman hayati
bagi instansi/pemerintah.
-
Penelitian
aplikatif tidak dipublikasikan kepada masyarakan luas.
3.
Aspek
Pendidikan (Edukatif)
-
Sosialisasi
kepentingan keanekaragaman hayati belum optimal, sehingga belum menjiwai
perilaku masyarakat maupun pengambil keputusan.
-
Sosialisasi
keanekaragaman hayati belum melibatkan “informal leader” seperti ulama, tetua
adat dan tokoh mayarakat lainnya sehingga issu ini belum membumi.
4.
Aspek
Kebijakan Pemerintah (Policy)
-
Belum
ada mekanisme kontrol yang kuat oleh independen yang legitimate (LSM dan
masyarakat lainnya).
-
Belum
ada standart regional tentang monitoring method keberhasilan dan kemajuan usaha
pelestarian keaneka ragaman hayati.
-
Belum
adanya riset untuk menciptakan adanya mekanisme pendukung pendayagunaan jenis
unggulan daerah.
-
Belum
difokuskan program pelestarian ex situ/in situ pada semua instansi terkait.
B.
Upaya Pelestarian Keanekaragaman Hayati
Tekanan
berbagai kepentingan pemanfaatan hayati di banyak kawasan, mengancam kekayaan
margasatwa Indonesia. Kepulauan Indonesia berupa alam sangat luas dan penting
baik secara nasional, maupun internasional. Indonesia mempunyai tanggung jawab
dunia dan nasional untuk memerhatikan secara sungguh-sungguh mengenai
perlindungan. Kini lebih dari 350 daerah di Indonesia ditetapkan untuk
konservasi, meliputi upaya pelestarian ekosistem dan melindungi tanah dan air.
Selain itu, Indonesia juga harus memerhatikan hal-hal yang mengkhawatirkan,
seperti:
-
Bagian
terkaya daerah pelestarian telah hilang di daerah hutan penebangan.
-
Petani
mencari keuntungan lebih untuk nafkah hidup.
-
Pembangunan
jalan melintasi batas hutan dan menembus taman nasional.
-
Pencarian
dan penambangan mineral di banyak taman nasional dan kawasan lindung, sehingga
mengganggu hutan dan margasatwa, juga pencemaran yang tinggi.
-
Kelambanan
penanganan pelestarian akan mempercepat hilangnya hayat, hilangnya banyak
daerah dan jenis khas yang tak tergantikan.
Pemanfaatan
sumber daya hayati untuk berbagai keperluan secara tidak seimbang ditandai
dengan makin langkanya beberapa jenis flora dan fauna karena kehilangan
habitatnya, kerusakan ekosisitem dan menipisnya plasma nutfah. Hal ini harus
dicegah agar kekayaan hayati di Indonesia masih dapat menopang kehidupan.
Konservasi sumber daya hayati di Indonesia diatur oleh UU No 23 tahun 1997
tentang pengelolaan lingkungan hidup. Azas yang digunakan dalam pengelolaan
linggungan hidup adalah azas tanggung jawab, berkelanjutan dan manfaat. Upaya
konservasi keaneka ragaman ekosisitem di Indonesia silakukan secara insitu yang
menekankan terjaminnya terpeliharanya keaneka ragaman hayati secara alami
melalui proses evolusi.
Agar
ekosistem yang rusak cepat pulih, kita harus memberikan kesempatan pada
ekosistem tersebut untuk melakukan pemulihan alami karena ekosistem mempunyai
kekuatan pemulihan luar biasa. Ada dua cara pelestarian keanekaragaman hayati
di Indonesia, yaitu sebagai berikut:
-
Budi
daya atau pemuliaan hayati di bidang pertanian, perkebunan, perikanan,
peternakan, dan sebagainya.
-
Pelestarian
hayati, meliputi upaya in situ dan ex situ.
a.
Pelestarian
secara in situ, yaitu melindungi sumber hayati di tempat
aslinya. Hal ini dilakukan sehubungan dengan keberadaan organisme yang
memerlukan habitat khusus, dan akan membahayakan kehidupan organisme tersebut
jika dipindahkan ke tempat lainnya, contohnya: cagar alam, hutan lindung, suaka
margasatwa, taman laut.
·
Taman
Nasional
Taman
nasional adalah kawasan konservasi alam dengan ciri khas tertentu baik diaratan
maupun di perairan. Taman nasional memiliki fungsi ganda yaituperlindungan
terhadap sistem penyangga kehidupan dan perlindungan jenis tumbuhan dan hewan
serta pelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Taman nasional juga
penting untuk ilmu pengetahuan, pendidikan, budaya, dan rekreasi alam. Beberapa taman nasional di
indonesia adalah sebagai berikut:
1.
Taman
Nasional Gunung Lauser
Taman nasional
(TN) ini terletak di propinsi sumatera utara dan propinsi daerah istimewa
aceh,dengan ketinggian 0-3.381 m di atas permukaan laut,dengan luas 1.095.192ha
,dan flora langkah yang dilindungi dalah bunga raflesia arnoldiivar.dan
fauna yang di lindungi: gajah, beruang malaya, harimau sumatera, badak
sumatera, orang utan sumatera, macan akar, burung kuda, kambing sumba, itik
liar, dan tapir.
2.
Taman
Nasional Kerinci Sablat
Taman
nasional ini terletak di 4 propinsi yaitu: jambi, sumatera barat, sumatera
selatan, bengkulu. Jenis flora yang dilindungi: bunga raflesia, anggrek, pasang,
kismis dan jenis fauna yang dilinduni: tapir, simpoi, bangka, barang-berang, ungko,
kelinci, landak, tikus hutan, babi batang, badak sumatera, gajah, harimau
sumatera, harimau kumbang, simang kera ekor panjang, kancil, muncak, dan rusa.
3.
Taman
Nasional Bukit Narisan Selatan
Luasnya
adalah 356.800 Ha, membentang dari ujung selatan propinsi bengkulu sampai ujung
selatan propinsi bengkulu. Jenis faunanya antara lain: meranti, keruing, pengarawang,
pasang, bayur, damar, kemiri, cemara gunung, mengkudu. Jenis fauna yang
dilindungi antara lain: owa, babi rusa, kijang gajah, tapir, kambimg hutan, kerbau
liar, badak, macan tutul, landak dan teringgiling.
4.
Taman
Nasional Ujung Kulon
Taman ini terletak di ujung paling barat pulau jawa, dan
fauna yang dilindungi dan hampir punah antar lain: badak bercula satu, banteng
gibon jawa, harimau loreng, dan surili.
5.
Taman
Nasional Gunung Gede-Pangarongo
Taman ini
terletak di kabupaten bogor, cianjur dan sukabumi dan flora yang dilindungi: pohon
raksasa yang ada adalah rasmala mencapai tinggi 60 m dan satwa yang masih ada
yaitu: gibon jawa, surili, kera, lutung, dan macan tutul.
6.
Taman
Nasional Komodo
Taman ini
terletak pada di pulau komodo, rinca, podang, gilimotong dan flora yang
dilindungi adalah kayu hitam, bayur, dan fauna/satwa yang khas adalah komodo.
·
Cagar Alam
Cagar alam
adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas tumbuhan, satwa dan
ekosistem yang perkembanganya diserahkan pada alam dan untuk membudidyakan
fauna dan flora yang hampir punah.
·
Hutan Wisata
Hutan wisata
adalah kawasan hutan yang karena keadaan dan sifat wilayahnya perlu di bina dan
di pertahankan sebagai hutan yang dapat dimanfaatkan bagi kepentingan
pendidikan, konservasi alam, dan rekreasi, misalnya pangandaran.
·
Taman Laut
Taman laut
adalah wilayah lautan yang mempunyai ciri khas berupa keindahan alam atau
keunikan alam yang ditunjuk sebagai kawasan konservasi alam,yang diperuntukkan
guna melidungi plasma nutfah lautan.misal Bunaken di sulawesi utara.
·
Suaka Margasatwa
Suaka
Margasatwa adalah kawasan suaka alam yang memiliki ciri khas berupa
keanekaragaman dan keunikan jenis satwa, dan untuk kelangsungan hidup satwa
dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya.
Di
Indonesia suaka margasatwadarat antara lain : Suaka Margasatwa Rawa Singkil di
NAD (Aceh), Suaka Margasatwa Padang Sugihan di Sumatera Selatan, Suaka
Margasatwa Muara Angke di DKI Jakarta, Suaka Margasatwa Tambora Selatan di Nusa
Tenggara Barat, Suaka Margasatwa Lamandau di Kalimantan Tengah, dan Suaka
Margasatwa Buton di Sulawesi Tenggara. Sedangkan Suaka Margasatwa laut antara
lai : Suaka Margasatwa Kepulauan Panjang di Papua, Suaka Margasatwa Pulau Kassa
di Maluku, dan Suaka Margasatwa Foja di Papua.
b.
Pelestarian
secara ex situ, merupakan bentuk perlindungan kenanekaragaman
hayati Indonesia dengan cara memindahkan hewan atau tumbuhan ke tempat lainnya
yang cocok bagi kehidupannya, contoh: kebun raya, hutan nasional, hutan
produksi, kebun binatang, Tabulampot (tanaman budi daya dalam pot).
·
Kebun Raya
Kebun raya
adalah kumpulan tumbu-tumbuhan di suatu tempat, dan tumbuh-tumbuhan tersebut
brasal dari berbagai daerah yang ditanam untuk tujuan konservasi, ilmu
pengetahuan, dan rekreasi. Misalnya Kebun Raya Bogor dan Purwodadi.
·
Taman Hutan
Raya
Taman hutan
raya adalah kawasan konservasi alam yang terutama dimanfaatkan untuk koleksi
tumbuhan dan hewan alami atau non alami, jenis asli atau pendatang, yang
berguna untuk perkembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, kebudayaan,d an
rekreasi. Taman ini dapat disebut sebagai taman propinsi, misalnya pulau Sempu
di Jawa Timur.
·
Wana Wisata
Wana wisata
adalah kawasan hutan yang disamping fungsi utamanya sebagai hutan produksi,juga
di manfaatkan sebagai obyek wisata hutan.
C.
Eco-Labelling / Produk Ramah Lingkungan
Kesadaran
masyarakat terhadap lingkungan hidup dan juga adanya tekanan-tekanan dari
kelompok-kelompok pecinta lingkungan hidup telah mendorong adanya pemberian
label ramah lingkungan pada produk-produk yang dikonsumsi masyarakat. Sekarang
ini para konsumen yang sadar akan lingkungan hidup bisa meneliti terlebih dulu
sebelum membeli, apakah produk tersebut hijau/ramah lingkungan. Label-label
yang terkenal seperti biodegradable
(dapat diuraikan secara ilmiah), recycleable
(dapat didaur ulang), reusable
(dapat digunakan kembali), atau refillable
(dapat diisi ulang).
Label eco-friendly ditujukan
pada barang atau jasa yang menimbulkan dampak negatif seminimal mungkin
terhadap lingkungan. Sayangnya, belum ada standar internasional untuk konsep
ini. Di Indonesia, produk berlabel ramah lingkungan seperti ini masih sulit
ditemui. Yang lebih banyak adalah produk yang diklaim produsen sebagai produk
ramah lingkungan, tanpa persetujuan pihak ke tiga. Label tipe ini sebetulnya
sah saja dan juga bisa ditemui di negara maju seperti Amerika Serikat. Produk
dengan recycling symbol lebih umum ditemui. Simbol yang
terdiri dari tiga anak panah hijau yang saling mengejar ini, digunakan untuk
menandai produk yang bisa didaur ulang. Green marketing telah mendorong para
pengusaha (apalagi kalau ingin menembus pasaran negara yang kesadaran
lingkungannya tinggi) maka mereka harus mampu menghasilkan produk yang ramah
lingkungan.