RSS

Perkembangan Sosial Anak Usia Sekolah Dasar


1.             Pengertian Perkembangan Hubungan Sosial
Manusia nantinya akan tumbuh dan berkembang di dalam suatu lingkungan. Lingkungan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu lingkungan fisik dan sosial. Sekarang ini kita akan membahas mengenai lingkungan sosial ,lingkungan sosial merupakan lingkungan yang memberikan banyak pengaruh terhadap pembentukan berbagai aspek kehidupan, terutama sosio-psikologis. Manusia sebagai makhluk sosial tentunya senantiasa akan selalu berhubungan dengan manusia lainnya. Bersosialisasi pada dasarnya merupakan suatu proses penyesuaian diri terhadap lingkungan kehidupan sosial,bagaimana seharusnya seseorang hidup di dalam kelompoknya, baik dalam kelompok kecil maupun kelompok luas. Interaksi seseorang dengan manusia lain diawali sejak saat bayi lahir, dengan cara yang amat sederhana.[1]
Menurut Piaget dalam (Perkembangan Anak Peserta Didik (2002: 127))  interaksi sosial anak pada tahun pertama sangat terbatas, terutama hanya dengan ibunya. Perilaku sosial anak tersebut berpusat pada dirinya. Bayi belum banyak memperhatikan lingkungannya, dengan demikian apabila kebutuhan dirinya telah terpenuhi maka bayi itu tidak peduli lagi terhadap lingkungannya dan sisa waktu hidupnya digunakan untuk tidur.Pada tahun kedua, anak sudah belajar kata “tidak” dan sudah mulai belajar “menolak” lingkungan , seperti mengatakan tidak mau ini”,”tidak mau itu”,”tidak pergi” dan semacamnya. Anak telah mulai mereaksi  lingkungan secara aktif, ia telah belajar membedakan dirinya daripada orang lain, perilaku emosionalnya sudah mulai berkembang dan lebih berperan.Perkenalan dan pergaulan dengan manusia lain segera menjadi semakin luas ; ia mengenal kedua orang tuanya, anggota keluarganya, teman bermain sebaya, dan teman-teman sekolahnya. Pada umur-umur selanjutnya, sejak anak mulai belajar disekolah, mereka mulai belajar mengembangkan interaksi sosial dengan belajar menerima pandangan kelompok (masyarakat), memahami tanggung jawab, dan berbagai pengertian dengan orang lain.

2.             Unsur-Unsur Perkembangan Sosial[2]
a.      Perkembangan Kepribadian
Salah satu unsur perkembangan sosial adalah perkembangan kepribadian. Eric Erikson dalam (Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini (2009: 70)), seorang ahli teori psikoanalisis, memandang perkembangan identitas anak sebagi cerminan dari hubungan dengan orang tua dan keluarga di dalam konteks yang lebih luas tentang masyarakat.
Guru yang berpikir tentang perilaku anak-anak di dalam terminologi Erikson akan merencanakan program yang menyediakan banyak peluang untuk anak-anak untuk membangun kepercayaan untuk membuat berbagai macam pilihan serta merasakan sukses dari pilihan yang mereka buat sendiri. Buzelli dan Memfile menyatakan bahwa membangun sebuah persahabatan adalah penting dalam tujuannya untuk membangun sebuah kepercayaan. Membantu anak-anak untuk mengenali kebutuhan dan perasaan mereka sendiri merupakan hal yang penting di dalam membangun kepercayaan. Anak harus merasakan bahwa gagasannya adalah gagasan yang baik dan orang lain menghormati gagasan itu.
b.      Perkembangan Konsep Diri
Konsep diri dikembangkan secara bertahap. Anak mengembangkan konsep dirinya sebagai seorang individu yang terpisah dari orang lain selama beberapa tahun. Melalui interaksi pertama anak dengan orang tua dan keluarga dan kemudian dengan orang lain diluar keluarga tersebut, anak secara berangsur-angsur mulai mengembangkan suatu konsep mengenai siapa meraeka dan seperti apa mereka.
c.       Peran Dari Permainan
Pengalaman bermain sangat penting di dalam perkembangan sosial dan emosional dari anak-anak. Anak-anak dapat “memainkan” berbagai peran dan perilaku serta mendapatkan umpan balik tentang kecocokan dari perilaku dalam bermain. Mereka dapat memainkan “peran pemarah” atau “sebagai bayi” dan menemukan tanggapan apa perilaku yang mereka timbulkan dalam suatu situasi yang tidak dikondisikan. Mereka dapat juga “memainkan “ berbagai peran dari orang dewasa.
d.      Hubungan Sosial Dan Keterampilan Sosial
Anak belajar tentang kepuasan dari melakukan suatu tugas sampai hal tersebut diselesaikan dan menggunakan keterampilannya untuk melaksanakan semua tugas sesuai dengan harapan orang lain dan dirinya sendiri.
Riset yang berkelanjutan dilakukan untuk menekankan pentingnya perkembangan pembangunan sosial bagi anak-anak. Ullmann (1957) dalam (Konsep Dasar PAUD (2009:73)) menemukan bahwa anak-anak yang tidak disukai oleh lingkungna memiliki kemungkinan gagal di dalam sekolah mereka; Roff dan Sells (1968) dalam (Konsep Dasar PAUD (2009:73)) menemukan bahwa anak-anak yang tidak disukai di lingkungan lebih mungkin terlibat dalam perilaku pelanggaran ketika mereka beranjak remaja. Studi ini menggaris bawahi tentang pentingnya menbantu anak-anak belajar untuk mengambil bagian di dalam hubungan sosial. Anak-anak yang gagal di dalam hubungan sosial pada dasarnya dikarenakan mereka tidak mampu meneliti situasi dan menentukan perilaku mana yang perlu diubah.
Keterampilan sosial sebagi suatu “kemampuan untuk menilau apa yang terhadi dalam suatu situasi sosial; keterampilan untuk merasa dan dengan tepat menginterpretasikan tindakan dan kebutuhan dari anak-anak di kelompok bermainan; kemempuan untuk membayangkan beramacam-macam tindakan yang memungkinkan dan memilih salah satu yang paling sesuai”. Anak-anak yang berhasil dan populer secara sosial seringkali menunjukkan kemampuan ini, sedangkan anak-anak yang memiliki keterampilan sosial yang rendah memerlukan instruksi yang langsung dengan cara modelling, memainkan peranan, atau penggunaan boneka untuk membantu mereka dalam mengembangkan kemampuan ini.
Para guru dan orang tua mempunyai kaitan dengan perkembangan di dalam anak-anak tentang perilaku prososial. Perilaku prososial dapat dikembangkan melalui kondisi-kondisi tertentu, seperti:
1.    Anak-anak mempunyai hubungan yang konsisten dengan pemeliharaan orang dewasa yang secara individu penuh perhatian.
2.    Anak-anak dapat mengidentifikasi perasaan (mereka sendiri dan perasaan orang lain).
3.    Anak-anak dapat menunjukkan kepada orang dewasa siapa yang dapat memperagakan perilaku yang prososial.
4.    Peluang anak-anmak yang telah bereaksi terhadap situasi yang nyata dimana perilaku prososial adalah merupakan perilaku yang sesuai.
5.    Anak-anak telah didukung untuk berpikir tentang alternatif yang mungkiin ke arah suatu tindakan.
e.       Agresi
Aspek yang lain tentang pembangunan sosial yang patut mendapat perhatian adalah agresi. Para guru dan orang tua mempunyai kaitan dengan perilaku yang agresif dengan anak-anak. Hasil dari studi menunjukkan bahwa perilaku yang agresif di kelas dapat dikurangi dengan menyediakan bahan-bahan, ruang yang cukup sedemikian sehingga anak-anak tidak mempunyai alasan untuk bersain antara anak yang satu dengan anak yang lain. Penting pula bagi anak untuk meniru model perilaku saling bekerja sama, mendiskusikan dan menunjukkan solusi ke permasalahan yang lain selain dari agresi, bukan hanya mengalihkan agresi ke benda mati.
f.       Identifikasi Peran Seks
Identifikasi peran seks merupakan hal penting lain dalam pembangunan sosial. Setelah anak berumur sekitar tujuh tahun, anak-anak nampak tumbuh lebih sedikit kaku dalam pikiran mereka tentang peran seks, hal ini disebabkan mungkin karena mereka merasa lebih aman tentang identitas seksual mereka sendiri. Para guru akan menginginkan struktur kelas dan aktivitas yang sedemikian sehingga kedua-duanya baik anak laki-laki dan anak perempuan mempunyai dorongan dan peluang yang sama untuk mengambil bagian.

3.             Keluarga[3]
Ketika anak-anak memasuki masa pertengahan dan akhir anak-anak, para orang tua hanya memberi sedikit waktunya untuk mereka. Waktu yang dihabiskan oleh orang tua untuk mengasuh, mengajak berbicara dan bermain dengan anak-anak mereka yang berusia 5 hingga 12 tahun kurang dari setengah dari waktu yang diberikan ketika anak-anak masih lebih kecil. Penurunan interaksi orang tua anak-anak ini bahkan mungkin lebih tajam pada keluarga-keluarga yang orang tuanya kurang berpendidikan. Walaupun para orang tua meluangkan lebih sedikit waktunya dengan anak-anak mereka pada masa pertengahan dan akhir anak-anak dibandingkan dengan masa awal anak-anak, orang tua tetap menjadi pelaku-pelaku sosialisasi yang sangat penting dalam kehidupan anak mereka.
Interaksi orang tua-anak selama masa awal anak-anak berfokus pada hal-hal seperti kesopanan, pengendalian amarah, perilaku, tata krama, dan mencari perhatian. Hal-hal yang berkaitan dengan sekolah sangat penting bagi keluarga selama masa pertengahan dan akhir anak-anak. Kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan sekolah adalah alasan nomor satu mengapa anak-anak pada kelompok usia ini diarahkan untuk memperoleh pertolongan klinis. Anak-anak harus belajar berhubungan secara teratur dengan orang-orang dewasa diluar keluarga. Selama masa pertengahan dan akhir anak-anak, interaksi dengan orang-orang dewasa diluar keluarga melibatkan orientasi pengendalian dan prestasi yang lebih formal.
Menerapkan disiplin kepada anak selama masa pertengahan dan akhir anak-anak seringkali lebih mudah bagi orang tua daripada selama masa awal anak-anak. Pada masa pertengahan anak-anak, perkembangan kognitif anak-anak sudah semakin matang sehingga memungkinkan orang tua untuk bermusyawarah dengan mereka tentang penolakan penyimpangan dan pengendalian perilaku mereka. Pada masa remaja, penalaran anak-anak menjadi lebih canggih, dan mereka cenderung kurang dapat menerima disiplin orang tua. Orang tua anak-anak sekolah dasar menggunakan lebih sedikit disiplin fisik dibandingan yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak-anak prasekolah. Sebaliknya, orang tua anak-anak sekolah dasar lebih cenderung menggunakan pengurangan hak-hak istimewa, tindakan-tindakan yang diarahkan kepada harga diri anak, komentar-komentar yang dirancang untuk menggugah rasa bersalah anak, dan pernyataan-pernyataan yang menunjukan kepada anak bahwa ia bertanggung jawab atas tindakan-tindakannya.
Selama masa pertengahan dan akhir anak-anak, beberapa kendali dialihkan dari orang tua kepada anak, walaupun prosesnya bertahap dan merupakan coregulation ( koregulasi, aturan yang dibuat secara bersam-sama ) daripada dikendalikan oleh anak saja atau oleh orang tua saja. Selama masa pertengahan dan akhir anak-anak, orang tua harus terus menjalankan pengawasan umum dan menggunakn kendali, meskipun anak-anak diperbolehkan untuk terlibat di dalam pengaturan sendiri dari waktu ke waktu. Proses koregulasi ini adalah suatu periode transisi antara kuatnya kendali orang tua pada masa awal anak-anak dengan meningkatkan pengurangan pengawasan umum masa remaja.
Selama koregulasi ini, orang tua harus:
-            Memonitori, menuntut, dan mendukung anak-anak dari jauh.
-            Menggunakan waktu secara efektif ketika mengadakan kontak langsung dengan anak.
-            Memperkuat kemampuan anak untuk memantau perilaku sendiri, mengadopsi standar-standar perilaku yang sesuai, menghindari resiko-resiko yang membahayakan, dan merasakan kapan dukungan dan kontak orang tua sesuai.

Pada masa pertengahan dan akhir anak-anak, orang tua dan anak-anak cenderung saling memberi cap kepada satu sama lain dan saling memberi atribusi pada motif pihak lain. Perubahan-perubahan pada orang tua juga mempengaruhi hakekat interaksi orang tua anak pada masa pertengahan dan akhir anak-anak.



[1] Prof. Dr. H. Sunarto dan Dra. Ny. B. Agung Hartono dalam “Perkembangan Anak Peserta Didik” Hal: 126
[2] Dr. Yuliani Nurani Sujiono, M.Pd dalam “Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini” Hal: 70
[3] John. W. Santrock dalam “Life Span Development Jilid I”. Hal: 343

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Post a Comment